FAHD PAHDEPIE - TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN : Sebuah kisah berikut mungkin dpt menjadikan mu inspirasi dan renungan, kisah berikut diambil dari facebook fahd pahdepie sendiri, dimana temannya yg sedang curhat meminta saran kepadanya tentang istrinya yg pemalas, mau tau kisah lengkapnya ? Yuk langsung dibaca Kisah berikut ni yg berjudul " TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN "
“Aku heran sama istriku!” Suatu hari seorang teman mengunjungi saya dan mulai menceritakan keluhan-keluhannya tentang istrinya. “Aku sudah bingung harus bagaimana?” Katanya.
Sebenarnya saya tak enak untk membicarakan masalah pribadi seperti ini. Tetapi teman saya terus mengajak bicara. Tampaknya ia perlu teman bicara. “Apa masalahnya?” Tanya saya.
Raut wajahnya tampak kesal. Kemudian berubah kecewa, “Banyak,” jawabnya pendek.
“Apa yg paling membuatmu kesal?”
“Istriku pemalas!” Jawabnya.
Saya tak memberi komentar apa-apa, menunggunya melanjutkan pembicaraan.
“Setiap hari, sepulang kerja, rumah kami selalu berantakan.” Benar saja, ia melanjutkan ceritanya, “Padahal istriku seharian di rumah saja bareng anak-anak. Apa dia nggak bisa menyisihkan sedikit waktu buat ngurusin rumah?”
“Rumahku jg sering berantakan. Wajar aja, kan? Kita tak tinggal di rumah kosong!” Jawab saya. Berusaha menenangkan.
Teman saya tampak berpikir. “Iya, sih. Tapi… ni beda!” Katanya kemudian, “Istriku memang dasarnya saja pemalas! Dulunya dia anak orang kaya, nggak pernah kerja ini-itu, termasuk mungkin nggak pernah beres-beres rumah.”
“Hmmm… Mungkin kalian butuh asisten rumah tangga?” Saya berusaha memberi pendapat.
“Sayangnya, kita belum bisa bayar asisten rumah tangga… Tapi, harusnya dia ngerti kondisiku, dong! Aku mempercayakan urusan rumah kepadanya. Harusnya dia bisa handle!”
Saya berusaha memahami perasaannya. Saya jg sering merasakan hal yg sama, kadang-kadang mengeluhkan masalah yg sama pd istri saya. Wajar saja sepulang kerja suami ingin melihat rumah dlm kondisi yg bersih dan rapi. Tetapi, bukankah wajar jg jika istri kita kelelahan seharian bermain dgn anak-anak, jg barangkali mengurusi hal lainnya, sehingga urusan rumah kadang-kadang terabaikan?
“Kadang-kadang, aku jg mengeluhkan hal yg sama,” jawab saya kemudian. “Tetapi mungkin kita perlu kacamata baru?”
“Kacamata baru?”
“Ya, semacam sudut pandang baru.” Jawab saya.
“Maksudmu?”
“Kadang-kadang, kita mungkin tak bisa mengubah masalah yg kita hadapi. Tetapi kita bisa mengubah cara pandang kita dlm melihat masalah itu.”
Teman saya membetulkan posisi duduknya, ia mulai tertarik pd pembicaraan ini.
“Kita tak tinggal di rumah kosong,” saya berusaha menjelaskan, “Mungkin kita justru perlu melihat rumah yg berantakan dgn perasaan yg bahagia.”
“Kenapa?” Tanya teman saya. Heran.
“Bayangkan jika tak ada mereka di rumah. Bayangkan tak ada istri dan anak-anak. Misalnya, karena satu dan lain hal, mereka sudah tak ada lagi di tengah-tengah kehidupan kita. Di ruang tengah tak ada lagi anak-anak yg berlarian mengotori karpet dgn kaki berlumpur, tak ada lagi sisa-sisa makanan di sofa karena mereka lompat-lompat sambil makan, tak ada lagi mainan yg tak dibereskan… Karena mereka telah tiada. Lalu di dapur, tak ada lagi noda masakan yg menempel di kompor, / cucian piring yg menumpuk, / apa saja… Sebab istri kita sudah pergi untk selama-lamanya…”
Teman saya menarik nafas panjang, kemudian menundukkan kepalanya.
“Kita tak tinggal di rumah kosong. Kita tak tinggal sendirian,” Ujar saya, “Barangkali rumah yg berantakan harus kita lihat sebagai semacam pemberitahuan bahwa kita masih bersama istri dan anak-anak kita. Rumah yg berantakan adlh bukti kehadiran mereka… Bahwa anak-anak kita masih berbahagia bermain dan berlarian di rumahnya. Bahwa istri kita selalu berbaik hati menghabiskan waktunya di rumah, menemani anak-anak bermain, dan tak meminta apa-apa lagi yg boleh jadi kita tak sanggup untk mewujudkannya.”
Tiba-tiba teman saya menangis. Agak lama sehingga saya jg merasa sedih. Saya merasa apa yg baru saja saya bicarakan berlaku untk diri saya sendiri.
“Makasih banyak, Fahd. Seringkali kita memang butuh kacamata baru untk melihat sesuatu.
Seringkali kita butuh temen ngobrol.” Ujar teman saya.
Saya menganggukkan kepala. “Aku jg terima kasih. Ini seperti mengingatkan diri sendiri. Aku jg sering gagal melihat sesuatu dari sudut pandang yg lain…”
Tak lama, teman saya meminta pamit. Katanya, ia ingin segera menemui istri dan anak-anaknya.
Ada perasaan yg sama hadir dlm diri saya. Saya ingin segera menemui Rizqa, Kalky dan Kemi. Saya ingin segera melihat rumah saya yg masih berantakan… Dengan sisa-sisa makanan di sofa, mainan dan potongan-potongan kertas di atas karpet di ruang bermain Kalky, baju-baju Kemi yg basah terkena muntahnya sendiri… Lalu saya akan ke dapur, melihat noda-noda bekas Rizqa memasak, piring-piring kotor bekas mereka makan bersama… / apa saja yg memberi tahu saya bahwa istri dan anak-anak saya masih ada di rumah dan baik-baik saja. Saya ingin memeluk mereka sambil berbisik, “Terima kasih karena masih membuat rumah kita berantakan…”
Demikianlah, kadang-kadang kita memang tak membutuhkan kehidupan lainnya, yg seringkali kita bayangkan sebagai kehidupan yg sempurna. Kita hanya perlu mensyukuri apa yg ada, yg sudah kita punya, sambil sesekali membersihkan lensa kacamata agar lebih baik dlm melihat apa saja yg indah di sekeliling kita.
Melbourne, 9 Februari 2015
FAHD PAHDEPIE
Foto: Saya, Rizqa, Kalky dan Kemi. “Sayang, mari pulang dan membuat rumah kita berantakan!”
Saya pernah posting cerita di G+ saya proffesor google yg berjudul " ISTRIKU TIDAK BERGUNA " berikut ceritanya :
ISTRI TAK BEKERJA, ISRI TAK BERGUNA
Para suami WAJIB baca !
Seorang suami mengeluh karena merasa capek... capek dan capek. kesellll aja bawaanya. Ia terlalu capek bekerja sendirian dan ingin agar isterinya membantu mencari nafkah sebab selama ni menurutnya, Ia merasa isterinya itu Tidak Bekerja dan tak berguna karena tak bisa menghasilkan pemasukan tambahan" hingga akhirnya si suami ni pergi untk konsultasi
Berikut tanya jawab antara seorang suami (S) dan Psikolog (P).
P : Apakah pekerjaan pak Bandy?
S : Saya bekerja sebagai akuntan di sebuah Bank.
P : Isteri Bapak?
S : Dia tak bekerja. Hanya ibu rumah tangga saja.
P : Setiap pagi siapa yg menyediakan sarapan?
S : Isteri saya menyediakan sebab dia tak bekerja.
P : Jam berapa isteri bangun untk menyediakan sarapan?
S : Sebelum Subuh dia sudah bangun karena sebelum membuat sarapan dia beres-beres rumah dulu dan jg mencuci pakaian.
P : Anak-anak pak Bandy ke sekolah bagaimana?
S : Isteri saya yg mengantar sebab dia tak bekerja.
P : Selepas mengantar anak-anak, apa yg selanjutnya isteri Bapak lakukan?
S : Pergi ke pasar, kemudian kembali ke rumah untk memasak dan membereskan jemuran. Isteri kan tak bekerja.
P: Petang hari selepas pak Bandy pulang ke rumah, apa yg Bapak lakukan?
S : Beristirahat, karena seharian saya capek bekerja.
P : Lalu apa yg isteri Bapak lakukan?
S : Mijitin badan saya yg pegel-pegel, Sediakan makanan, melayani anak, menyiapkan makan untk saya dan membereskan sisa-sisa makanan dan bersih-bersih lalu lanjut menidurkan anak-anak.
P: Pak Bandy. coba perhatikan, Menurut anda siapa yg lebih banyak bekerja?
Rutinitas seharian isteri Anda dimulai dari sebelum pagi sehingga lewat malam masih jg dikatakan TIDAK BEKERJA????
Ibu Rumah Tangga memang tak memerlukan segulung ijazah, pangkat / jabatan yg besar, tetapi peranan IBU RUMAH TANGGA sangatlah penting Pak ! dari sini, Justru istri Anda yg lebih banyak bekerja daripada anda sendiri
Jleb !!!!! seperti tertohok oleh pernyataan Psikolog, si Suami baru nyadar kalau anggapan dia selama ni keliru dan salah besar. Ia jadi terharu akan kerja keras istrinya. Ia langsung berpamitan pulang dan buru-buru menemui istrinya untk meminta ma'af dan memeluknya sambil mengungkapkan kata sayang.
Subhanallah...
Semoga Kisah dan cerita diatas dpt bermanfaat dan menginspirasi kita semua :) Ayo bilang
" TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN ":)
Inspirasi dan motivasi yang lainnya ada disini
TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN |
Sebenarnya saya tak enak untk membicarakan masalah pribadi seperti ini. Tetapi teman saya terus mengajak bicara. Tampaknya ia perlu teman bicara. “Apa masalahnya?” Tanya saya.
Raut wajahnya tampak kesal. Kemudian berubah kecewa, “Banyak,” jawabnya pendek.
“Apa yg paling membuatmu kesal?”
“Istriku pemalas!” Jawabnya.
Saya tak memberi komentar apa-apa, menunggunya melanjutkan pembicaraan.
“Setiap hari, sepulang kerja, rumah kami selalu berantakan.” Benar saja, ia melanjutkan ceritanya, “Padahal istriku seharian di rumah saja bareng anak-anak. Apa dia nggak bisa menyisihkan sedikit waktu buat ngurusin rumah?”
“Rumahku jg sering berantakan. Wajar aja, kan? Kita tak tinggal di rumah kosong!” Jawab saya. Berusaha menenangkan.
Teman saya tampak berpikir. “Iya, sih. Tapi… ni beda!” Katanya kemudian, “Istriku memang dasarnya saja pemalas! Dulunya dia anak orang kaya, nggak pernah kerja ini-itu, termasuk mungkin nggak pernah beres-beres rumah.”
“Hmmm… Mungkin kalian butuh asisten rumah tangga?” Saya berusaha memberi pendapat.
“Sayangnya, kita belum bisa bayar asisten rumah tangga… Tapi, harusnya dia ngerti kondisiku, dong! Aku mempercayakan urusan rumah kepadanya. Harusnya dia bisa handle!”
Saya berusaha memahami perasaannya. Saya jg sering merasakan hal yg sama, kadang-kadang mengeluhkan masalah yg sama pd istri saya. Wajar saja sepulang kerja suami ingin melihat rumah dlm kondisi yg bersih dan rapi. Tetapi, bukankah wajar jg jika istri kita kelelahan seharian bermain dgn anak-anak, jg barangkali mengurusi hal lainnya, sehingga urusan rumah kadang-kadang terabaikan?
“Kadang-kadang, aku jg mengeluhkan hal yg sama,” jawab saya kemudian. “Tetapi mungkin kita perlu kacamata baru?”
“Kacamata baru?”
“Ya, semacam sudut pandang baru.” Jawab saya.
“Maksudmu?”
“Kadang-kadang, kita mungkin tak bisa mengubah masalah yg kita hadapi. Tetapi kita bisa mengubah cara pandang kita dlm melihat masalah itu.”
Teman saya membetulkan posisi duduknya, ia mulai tertarik pd pembicaraan ini.
“Kita tak tinggal di rumah kosong,” saya berusaha menjelaskan, “Mungkin kita justru perlu melihat rumah yg berantakan dgn perasaan yg bahagia.”
“Kenapa?” Tanya teman saya. Heran.
“Bayangkan jika tak ada mereka di rumah. Bayangkan tak ada istri dan anak-anak. Misalnya, karena satu dan lain hal, mereka sudah tak ada lagi di tengah-tengah kehidupan kita. Di ruang tengah tak ada lagi anak-anak yg berlarian mengotori karpet dgn kaki berlumpur, tak ada lagi sisa-sisa makanan di sofa karena mereka lompat-lompat sambil makan, tak ada lagi mainan yg tak dibereskan… Karena mereka telah tiada. Lalu di dapur, tak ada lagi noda masakan yg menempel di kompor, / cucian piring yg menumpuk, / apa saja… Sebab istri kita sudah pergi untk selama-lamanya…”
Teman saya menarik nafas panjang, kemudian menundukkan kepalanya.
“Kita tak tinggal di rumah kosong. Kita tak tinggal sendirian,” Ujar saya, “Barangkali rumah yg berantakan harus kita lihat sebagai semacam pemberitahuan bahwa kita masih bersama istri dan anak-anak kita. Rumah yg berantakan adlh bukti kehadiran mereka… Bahwa anak-anak kita masih berbahagia bermain dan berlarian di rumahnya. Bahwa istri kita selalu berbaik hati menghabiskan waktunya di rumah, menemani anak-anak bermain, dan tak meminta apa-apa lagi yg boleh jadi kita tak sanggup untk mewujudkannya.”
Tiba-tiba teman saya menangis. Agak lama sehingga saya jg merasa sedih. Saya merasa apa yg baru saja saya bicarakan berlaku untk diri saya sendiri.
“Makasih banyak, Fahd. Seringkali kita memang butuh kacamata baru untk melihat sesuatu.
Seringkali kita butuh temen ngobrol.” Ujar teman saya.
Saya menganggukkan kepala. “Aku jg terima kasih. Ini seperti mengingatkan diri sendiri. Aku jg sering gagal melihat sesuatu dari sudut pandang yg lain…”
Tak lama, teman saya meminta pamit. Katanya, ia ingin segera menemui istri dan anak-anaknya.
Ada perasaan yg sama hadir dlm diri saya. Saya ingin segera menemui Rizqa, Kalky dan Kemi. Saya ingin segera melihat rumah saya yg masih berantakan… Dengan sisa-sisa makanan di sofa, mainan dan potongan-potongan kertas di atas karpet di ruang bermain Kalky, baju-baju Kemi yg basah terkena muntahnya sendiri… Lalu saya akan ke dapur, melihat noda-noda bekas Rizqa memasak, piring-piring kotor bekas mereka makan bersama… / apa saja yg memberi tahu saya bahwa istri dan anak-anak saya masih ada di rumah dan baik-baik saja. Saya ingin memeluk mereka sambil berbisik, “Terima kasih karena masih membuat rumah kita berantakan…”
Demikianlah, kadang-kadang kita memang tak membutuhkan kehidupan lainnya, yg seringkali kita bayangkan sebagai kehidupan yg sempurna. Kita hanya perlu mensyukuri apa yg ada, yg sudah kita punya, sambil sesekali membersihkan lensa kacamata agar lebih baik dlm melihat apa saja yg indah di sekeliling kita.
Melbourne, 9 Februari 2015
FAHD PAHDEPIE
Foto: Saya, Rizqa, Kalky dan Kemi. “Sayang, mari pulang dan membuat rumah kita berantakan!”
Saya pernah posting cerita di G+ saya proffesor google yg berjudul " ISTRIKU TIDAK BERGUNA " berikut ceritanya :
ISTRI TAK BEKERJA, ISRI TAK BERGUNA
Para suami WAJIB baca !
Seorang suami mengeluh karena merasa capek... capek dan capek. kesellll aja bawaanya. Ia terlalu capek bekerja sendirian dan ingin agar isterinya membantu mencari nafkah sebab selama ni menurutnya, Ia merasa isterinya itu Tidak Bekerja dan tak berguna karena tak bisa menghasilkan pemasukan tambahan" hingga akhirnya si suami ni pergi untk konsultasi
Berikut tanya jawab antara seorang suami (S) dan Psikolog (P).
P : Apakah pekerjaan pak Bandy?
S : Saya bekerja sebagai akuntan di sebuah Bank.
P : Isteri Bapak?
S : Dia tak bekerja. Hanya ibu rumah tangga saja.
P : Setiap pagi siapa yg menyediakan sarapan?
S : Isteri saya menyediakan sebab dia tak bekerja.
P : Jam berapa isteri bangun untk menyediakan sarapan?
S : Sebelum Subuh dia sudah bangun karena sebelum membuat sarapan dia beres-beres rumah dulu dan jg mencuci pakaian.
P : Anak-anak pak Bandy ke sekolah bagaimana?
S : Isteri saya yg mengantar sebab dia tak bekerja.
P : Selepas mengantar anak-anak, apa yg selanjutnya isteri Bapak lakukan?
S : Pergi ke pasar, kemudian kembali ke rumah untk memasak dan membereskan jemuran. Isteri kan tak bekerja.
P: Petang hari selepas pak Bandy pulang ke rumah, apa yg Bapak lakukan?
S : Beristirahat, karena seharian saya capek bekerja.
P : Lalu apa yg isteri Bapak lakukan?
S : Mijitin badan saya yg pegel-pegel, Sediakan makanan, melayani anak, menyiapkan makan untk saya dan membereskan sisa-sisa makanan dan bersih-bersih lalu lanjut menidurkan anak-anak.
P: Pak Bandy. coba perhatikan, Menurut anda siapa yg lebih banyak bekerja?
Rutinitas seharian isteri Anda dimulai dari sebelum pagi sehingga lewat malam masih jg dikatakan TIDAK BEKERJA????
Ibu Rumah Tangga memang tak memerlukan segulung ijazah, pangkat / jabatan yg besar, tetapi peranan IBU RUMAH TANGGA sangatlah penting Pak ! dari sini, Justru istri Anda yg lebih banyak bekerja daripada anda sendiri
Jleb !!!!! seperti tertohok oleh pernyataan Psikolog, si Suami baru nyadar kalau anggapan dia selama ni keliru dan salah besar. Ia jadi terharu akan kerja keras istrinya. Ia langsung berpamitan pulang dan buru-buru menemui istrinya untk meminta ma'af dan memeluknya sambil mengungkapkan kata sayang.
Subhanallah...
Semoga Kisah dan cerita diatas dpt bermanfaat dan menginspirasi kita semua :) Ayo bilang
" TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN ":)
Inspirasi dan motivasi yang lainnya ada disini
source : http://okezone.com, http://tribunnews.com, http://indrasmansamapin.blogspot.com
0 Response to "TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN"
Post a Comment