This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (12) - Beriman kepada Taqdir - Syarah Hadits

Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (12) - Beriman kepada Taqdir
2ndgirls.blogspot.com - ١١ - وَمِنَ السُّنَةِ اللَّازِمةِ الَّتِي مَنْ تَرَكَ مِنهَا خَصْلَةً، وَلَمْ يَقْبَلْهَا وَيُؤْمِنْ بِهَا، لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا :
11. Dan termasuk diantara sunnah yg harus diyakini dan diimani, yg barangsiapa meninggalkan satu perkara darinya serta tak menerimanya dan tak pula mengimaninya; maka ia bukan termasuk ahlinya:Penjelasan: Makna ‘as-sunnah’ dlm perkataan beliau adlh jalan, metode, dan ‘aqiidah. Perkataan beliau rahimahullah : ‘maka ia bukan termasuk ahlinya’, yaitu bukan termasuk Ahlus-Sunnah. Jika seseorang bukan termasuk Ahlus-Sunnah, maka konsekuensinya ia termasuk Ahlul-Bid’ah.
١٢ - الْإِيْمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالْأَحَادِيثِ فِيهِ، وَالْإِيْمَانُ بِهَا، لَا يُقَالُ : ((لِمَ؟)) وَلَا ((كَيْفَ؟))، إِنَّمَا هُوَ التَّصْدِيقُ وَالإِيْمَانُ بِهَا. وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْ تَفْسِيرَ الْحَدِيثِ، وَيَبْلُغْهُ عَقْلُهُ، فَقَدْ كُفِيَ ذَلِكَ وَإُحْكِمَ لَهُ، فَعَلَيْهِ الإِيمَانُ بِهِ وَالتَّسْلِيمُ لَهُ، مِثْلُ حَدِيْثِ ((الصَّادِقِ الْمَصْدُوقِ))، وَمِثْلُ مَا كَانَ مِثْلُهُ فِي الْقَدَرِ، وَمِثْلُ أَحَادِيثِ الرُّؤْيَةِ كُلِّهَا، وَإِنْ نَبَتْ عَنِ الْأَسْمَاعِ وَاسْتَوْحَشَ مِنْهَا الْمُسْتَمِعُ، وَإِنَّمَا عَلَيْهِ الْإِيْمَانُ بِهَا، وَأَنْ لَا يُرَدَّ مِنْهَا حَرْفاً وَاحِداً، وَغَيْرِهَا مِنَ الْأَحَادِيْثِ الْمَأْثُورَاتِ عَنِ الثِّقَاتِ.
12. Beriman kepada al-qadar (takdir) yg baik dan yg buruk, membenarkan hadits-hadits tentangnya dan mengimaninya, tanpa mengatakan : ‘mengapa?’ dan ‘bagaimana?’; akan tetapi kewajiban kita hanyalah membenarkannya dan mengimaninya. Barangsiapa yg tak mengetahui penafsiran hadits dan tak dpt dicapai akalnya, maka hal itu telah cukup dan kokoh baginya (sehingga tak perlu berdalam-dalam lagi). Yang wajib baginya hanyalah beriman dan tunduk kepadanya, seperti hadits Ash-Shaadiqul-Mashduuq dan hadits-hadits yg semisalnya dlm masalah takdir dan seperti semua hadits tentang masalah ar-ru’yah (melihat Allah di akhirat); meskipun jarang terdengar dan terasa berat bagi orang yg mendengarnya. Yang wajib baginya hanyalah mengimaninya dan tak boleh menolaknya satu hurufpun, dan hadits-hadits lainnya yg diriwayatkan dari para perawi tsiqaat (terpercaya).Penjelasan:Al-qadar secara bahasa artinya adlh keputusan dan hukum, yaitu segala sesuatu yg Allah ‘azza wa jalla tentukan dari keputusan dan hukum dlm berbagai perkara. Adapun secara istilah, al-qadar maknanya adalah:
تقدير الله للكائنات حسبما سبق به علمُه، واقتضته حكمته
Ketetapan Allah bagi semua makhluk sesuai dgn ilmu Allah yg telah terdahulu dan yg dikehendaki oleh hikmah-Nya [Rasaail fil-‘Aqiidah oleh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin, hal. 37]. Beriman kepada takdir merupakan salah satu diantara rukun-rukun iman yg barangsiapa tak beriman kepadanya, maka ia tak disebut mukmin / Ahlus-Sunnah. Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yg menetapkan adanya takdir Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan takdir [QS. Al-Qamar : 49].
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tak akan menimpa kami melainkan apa yg telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yg beriman harus bertawakal [QS. At-Taubah : 51].
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dgn serapi-rapinya [QS. Al-Furqaan : 2].
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا
Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yg telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yg demikian) sebagai sunnah-Nya pd nabi-nabi yg telah berlalu dahulu. Dan adlh ketetapan Allah itu suatu ketetapan yg pasti berlaku [QS. Al-Ahzaab : 38]. Adapun dlm hadits:
عَنْ عُمَر بْن الْخَطَّابِ، أنَّ جِبْريْلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ، قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Dari ‘Umar bin Al-Khaththaab : Bahwasannya Jibriil ‘alaihis-salaam pernah berkata kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Lalu khabarkanlah kepadaku tentang iman. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada taqdir yg baik maupun yg buruk [Diriwayatkan oleh Muslim no. 8].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Orang mukmin yg kuat lebih baik daripada orang mukmin, dan pd masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah pd apa yg bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah lemah. Apabila engkau tertimpa sesuatu (musibah), maka jangan katakan : ‘Seandainya aku melakukan demikian, niscaya akan begini dan begitu’. Akan tetapi ucapkanlah : ‘(Ini adalah) takdir Allah. Apa saja yg Ia kehendaki, niscaya Ia akan melakukannya. Sesungguhnya perkataan ‘seandainya’ membuka pintu setan [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2664].
عَنْ طَاوُسٍ، أَنَّهُ قَالَ: أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُونَ: كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ، قَالَ: وَسَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ، أَوِ الْكَيْسِ وَالْعَجْزِ
Dari Thaawus, ia berkata : Aku berjumpa dgn orang-orang dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka berkata : Segala sesuatu berdasarkan takdir. Thaawus melanjutkan : Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Segala sesuatu berdasarkan takdir hingga orang yg lemah dan orang yg cerdas, / orang yg cerdas dan orang yg lemah [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2655]. An-Nawawiy rahimahullah berkata menjelaskan makna hadits di atas:
وَمَعْنَاهُ أَنَّ الْعَاجِز قَدْ قَدَّرَ عَجْزه ، وَالْكَيِّس قَدْ قَدَّرَ كَيْسه
Maknanya, bahwa orang yg lemah telah ditakdirkan kelemahannya dan orang yg cerdas telah ditakdirkan kecerdasannya [Syarh Shahiih Muslim, 16/205]. Beriman kepada takdir yg baik dan yg buruk merupakan ciri khas Ahlus-Sunnah sepanjang masa dan merupakan salah satu diantara ciri mereka yg paling menonjol. Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim rahimahumallah berkata :
سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ، وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالا: أَدْرَكْنَا الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ: الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، وَالْقُرْآنُ كَلامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ بِجَمِيعِ جِهَاتِهِ، وَالْقَدَرُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Aku pernah bertanya kepada ayahku dan Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus-Sunnah dlm ushuuluddiin dan apa yg mereka temui tentang hal tersebut dari kalangan ulama di seluruh kota, serta apa yg mereka yakini dlm hal tersebut. Mereka berdua berkata : Kami telah berjumpa dgn para ulama di seluruh kota baik di Hijaaz, ‘Iraaq, Syam, dan Yaman, maka diantara madzhab yg mereka anut adlh : iman itu perkataan dan perbuatan, dpt bertambah dan berkurang; Al-Qur’an adlh Kalaamullah, bukan makhluk dari semua sisinya; takdir yg baik dan yg buruk berasak dari Allah ‘azza wa jalla... [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dlm Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 321]. ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy rahimahullah berkata:
وأجمع أئمة السلف من أهل الإسلام على الإيمان بالقدر خيره وشره، حلوه ومره....
Para imam salaf dari kaum muslimin telah bersepakat tentang keimanan terhadap takdir yg baik dan yg buruk, yg manis dan yg pahit.... [Al-Iqtishaad fil-I’tiqaad, hal. 151]. An-Nawawiy rahimahullah berkata:
وَقَدْ تَظَاهَرَتْ الْأَدِلَّة الْقَطْعِيَّات مِنْ الْكِتَاب وَالسُّنَّة وَإِجْمَاع الصَّحَابَة وَأَهْل الْحَلِّ وَالْعَقْدِ مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف عَلَى إِثْبَات قَدَر اللَّه سُبْحَانه وَتَعَالَى
Dan telah nampak jelas dalil-dalil yg pasti dari Al-Qur’an, As-Sunnah, serta ijmaa’ para shahabat dan ahlul-halli wal-‘aqdiy (para ulama) dari kalangan salaf dan khalaf tentang penetapan takdir Allah subhaanahu wa ta’ala [Syarh Shahiih Muslim, 1/155]. Ungkapan : ‘beriman kepada takdir yg baik dan yg buruk' ; tidaklah bertentangan dgn sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
Dan semua kebaikan ada di kedua tangan-Mu, sedangkan kejelekan tak disandarkan kepada-Mu [Diriwayatkan oleh Muslim no. 771]. Hadits ni tak menunjukkan adanya kejelekan/keburukan pd perbuatan Allah ta’ala yang mentakdirkan sesuatu, karena takdir Allah itu pasti baik dan mengandung hikmah. Hanya saja, kejelekan/keburukan itu muncul dari sisi manusia. Seperti halnya ketika seseorang tertimpa musibah sakit sehingga tangannya mesti diamputasi. Ia menganggap musibah yg menimpanya itu sebagai satu keburukan sehingga ia tak menyukainya. Padahal, ketika Allah ta’ala mentakdirkan sakit kepadanya, padanya terdapat kebaikan yg banyak diantaranya: a. Sebagai ujian terhadap keimanannya, karena Allah ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tak diuji lagi? [QS. Al-Ankabuut : 2]. b. Dosa-dosanya dihapuskan dgn sebab sakit yg dideritanya, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ، إِلَّا حَطَّ اللَّهُ لَهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu yg menyusahkan berupa sakit / yg lainnya, kecuali Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daunnya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5660 & 5667 dan Muslim no. 2571]. c. Agar orang tersebut ingat kepada Allah ta’ala dari kelalaiannya. d. Dan yg lainnya. Juga sebagaimana firman Allah ta’ala:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yg benar) [QS. Ar-Ruum : 41]. Adanya kerusakan di darat dan lautan adlh sesuatu yg buruk/jelek, akan tetapi hasil adlh baik, yaitu kembali kepada jalan yg benar. Oleh karenanya, keburukan pd apa yg ditakdirkan bersifat nisbi - bukan hakiki - karena akibat yg ditimbulkan adlh baik. Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa keimanan terhadap takdir tak akan sempurna kecuali dgn mengimani empat tingkatan takdir / disebut jg rukun takdir. Keempat tingkatan tersebut adalah: 1. Al-‘Ilmu (الْعِلْمُ) Yaitu, beriman bahwa Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yg ada maupun yg tak ada; yg mungkin maupun yg tak mungkin (mustahil); yg telah terjadi, sedang terjadi, dan yg belum terjadi; serta mengetahui bagaimana terjadinya. Dalilnya adlh firman Allah ta’ala:
لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu [QS. Ath-Thalaq : 12].
إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu [QS. At-Taubah : 115].
ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى
Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yg paling mengetahui siapa yg tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yg paling mengetahui siapa yg mendapat petunjuk [QS. An-Najm : 30].
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pd sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yg ada dlm rahim. Dan tiada seorang pun yg dpt mengetahui (dengan pasti) apa yg akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yg dpt mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal [QS. Luqmaan : 30].
وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ * بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yg beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yg mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yg mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yg mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adlh pendusta-pendusta belaka [QS. Al-An’aam : 27-28]. Dalam QS. Al-An’aam ayat 27-28 di atas bahkan menunjukkan Allah ta’ala mengetahui apa yg akan terjadi seandainya terjadi (padahal hal itu tak terjadi). Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang anak-anak orang musyrik yg meninggal dunia sewaktu kecil. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
Allah lebih mengetahui apa yg akan mereka lakukan [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1384 & 6598 & 6599 dan Muslim no. 2658 & 2659]. Maksudnya : Allah ta’ala mengetahui apa yg akan mereka lakukan seandainya mereka hidup dan tak meninggal meninggal dunia sewaktu masih kecil. 2. Al-Kitaabah (الْكِتَابَةُ) Yaitu, beriman bahwa Allah ta’ala telah menuliskan segala sesuatu di sisi-Nya, di Lauh Mahfuudh, 50.000 tahun sebelum Allah ta’ala menciptakan langit dan bumi. Maka, tak ada sesuatu yg telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi luput dari Lauh Mahfuudh. Allah ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
Tiada suatu bencanapun yg menimpa di bumi dan (tidak pula) pd dirimu sendiri melainkan telah tertulis dlm kitab (Lauh Mahfuudh) sebelum Kami menciptakannya [QS. Al-Hadiid : 22].
وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dlm Kitab Induk yg nyata (Lauh Mahfuudh) [QS. Yaasiin : 12].
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Apakah kamu tak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yg ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yg demikian itu terdapat dlm sebuah kitab (Lauh Mahfuudh) Sesungguhnya yg demikian itu amat mudah bagi Allah [QS. Al-Hajj : 70].
وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ * وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ
Dan segala sesuatu yg telah mereka perbuat tercatat dlm buku-buku catatan. Dan segala (urusan) yg kecil maupun yg besar adlh tertulis [QS. Al-Qamar : 52-53]. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menulis seluruh takdir makhluk-makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653].
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
Sesungguhnya makhluk yg pertama kali Allah ciptakan adlh pena. Allah ta’ala berfirman kepadanya : ‘Tulislah’. Pena bertanya : ‘Wahai Rabbku, apa yg mesti aku tuliskan?’. Allah ta’ala berfirman : ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga datang hari kiamat [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2155 & 3319, Abu Daawud no. 4700; dan yg lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dlm Shahiih Sunan Abi Daawud 3/148]. 3. Al-Iraadah wal-Masyii-ah (الْإِرَادَةُ وَالْمَشِيْئَةُ) Yaitu beriman bahwa segala sesuatu yg ada hanya terjadi dgn keinginan dan kehendak Allah ta’ala. Tidak ada sesuatupun yg terjadi melainkan apa yg telah dikehendaki Allah. Apa yg dikehendaki Allah ta’ala pasti terjadi, dan apa yg tak dikehendaki Allah ta’ala tidak akan terjadi. Allah ta’ala berfirman :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia [QS. Yaasiin : 82].
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Dan kamu tak dpt menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam [QS. At-Takwiir : 29].
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
Dan Tuhanmu menciptakan apa yg Dia kehendaki dan memilihnya [QS. Al-Qashshaash : 68].
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ
Dialah yg membentuk kamu dlm rahim sebagaimana dikehendaki-Nya [QS. Aali ‘Imraan : 6]. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ
Sesungguhnya hati-hati Bani Adam (manusia) semuanya berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahmaan, seperti satu hati yg dpt dipalingkannya sesuai kehendak-Nya [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2654]. Keinginan dan kehendak Allah ta’ala berporos pd rahmat dan hikmah-Nya. Allah ta’ala memberikan petunjuk kepada siapa saja yg Ia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yg Ia kehendaki. Allah ta’ala tidak ditanya tentang apa yg dilakukannya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tapi para hamba-Nya lah yg (kelak) akan ditanya untk dimintai pertanggungjawaban atas apa yg dilakukannya semasa di dunia.
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yg dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yg dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yg telah kamu kerjakan [QS. An-Nahl : 93].
لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia tak ditanya tentang apa yg diperbuat-Nya dan merekalah yg akan ditanyai [QS. Al-Anbiyaa’ : 23]. 4. Al-Khalq (الْخَلْقُ) Beriman bahwa Allah ta’ala adalah Pencipta segala sesuatu, baik dzat maupun perbuatannya; semua yg bergerak dan gerakannya; serta yg ada, yg pernah ada, maupun yg belum ada. Oleh karena itu, tak ada sesuatupun di langit dan di bumi kecuali Allah ta’ala adalah Penciptanya. Allah ta’ala berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu [QS. Az-Zumar : 62].
أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى وَهُوَ الْخَلاقُ الْعَلِيمُ
Dan tidakkah Tuhan yg menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yg sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui [QS. Yaasiin : 81]. Dua tingkatan pertama (al-‘ilmu dan al-kitaabah) diingkari oleh kelompok Qadariyyah awal yg muncul di jaman shahabat radliyallaahu ‘anhum. Para shahabat radliyallaahu ‘anhum mengkafirkan mereka, karena mereka menisbatkan kepada Allah ta’ala sifat bodoh (al-jahl). Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa pernah berkata tentang mereka:
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ، مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ، حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
Apabila engkau berjumpa dgn mereka, beritahukanlah kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat yg ‘Abdullah bin ‘Umar bersumpah dengannya, seandainya salah seorang diantara mereka memiliki emas sebesar Uhud lalu ia menginfakkannya, Allah tak akan menerimanya hingga ia beriman kepada takdir [Diriwayatkan oleh Muslim no. 8]. Dikatakan para ulama bahwa kelompok Qadariyyah jenis ni sudah punah. Tapi sayangnya, di jaman sekarang pemikiran ni dihidupkan kembali - diantaranya - oleh kelompok Islam Liberal[1]. Kelompok Qadariyyah kedua - dan ni adlh keumuman Qadariyyah yg ada hingga sekarang - adlh mereka yg beriman pd dua tingkatan pertama (al-‘ilmu dan al-kitaabah), dan jg beriman kepada kehendak (al-iraadah)dan al-khalq (penciptaan), tapi mereka mengingkari keumuman kehendak dan keumanan penciptaan, sehingga mereka mengeluarkan perbuatan para hamba darinya. Kelompok Qadariyyah ketiga adlh Qadariyyah Mujbirah / yg lebih dikenal dgn Jabriyyah. Mereka berkata : Sesungguhnya para hamba dipaksa dlm perbuatan-perbuatan mereka, dan mereka tak mempunyai pilihan. Apabila suatu perbuatan disandarkan kepada makhluk, maka itu hanyalah majaziy saja, karena yg berbuat secara hakiki adlh Allah. Hamba tak ubahnya seperti kayu yg hanyut di air / daun yg tertiup angin. Kelompok Qadariyyah keempat adlh Qadariyyah Musyrikiyyah, yaitu mereka yg berhujjah dgn takdir terhadap kemaksiatan yg mereka lakukan, seperti perkataan orang-orang musyrik dlm firman Allah ta’ala:
لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ
Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tak mempersekutukan-Nya dan tak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun [QS. Al-An’aam : 148]. Berhujjah dgn takdir atas pelanggaran terhadap syari’at adlh bathil. Barangsiapa yg melakukan perbuatan maksiat yg telah ditentukan hukumannya dlm syari’at, lalu ia berhujjah dgn takdir, maka ia tetap dihukum dgn hukuman tersebut dan dikatakan kepadanya : ‘Sesungguhnya balasanmu dgn hukuman ni jg berdasarkan takdir’[2]. Akan tetapi jika seseorang beralasan dgn takdir atas kemaksiatan dan pelanggaran yg ia telah bertaubat darinya, maka ni diperbolehkan. Hal ni dikarenakan pengaruh akibat perbuatan maksiat tersebut telah hilang dgn taubat. Ia berhujjah dgn takdir bukan untk tujuan membenarkan perbuatan maksiat dan pelanggaran yg dilakukan. Dalil atas pembolehan ni adlh kisah perdebatan antara Adam dan Muusaa ‘alaihimas-salaam:
احْتَجَّ آدَمُ، وَمُوسَى، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: يَا آدَمُ، أَنْتَ أَبُونَا خَيَّبْتَنَا وَأَخْرَجْتَنَا مِنَ الْجَنَّةِ، قَالَ لَهُ آدَمُ: يَا مُوسَى، اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلَامِهِ وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ، أَتَلُومُنِي عَلَى أَمْرٍ قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَنِي بِأَرْبَعِينَ سَنَةً، فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى، فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى ثَلَاثًا
Aadam dan Muusaa saling berhujjah (berdebat). Muusaa berkata kepadanya (Aadam) : Wahai Aadam, engkau adlh ayah kami, engkau telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga. Aadam berkata kepadanya : Wahai Muusaa, Allah telah memilihmu dgn firman-Nya dan telah menuliskan (Taurat) dgn tangan-Nya untukmu. Apakah engkau mencelaku atas perkara yg Allah telah mentakdirkannya untukku 40 tahun sebelum Allah menciptakanku ?. Maka Aadam mengalahkan Muusaa, Aadam mengalahkan Muusaa - sebanyak tiga kali [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6614 dan Muslim no. 2652].Wallaahu a’lam. Bersambung, insya Allah...... [Perum Ciomas Indah Bukit Asri, Sabtu, 06-06-2015 - Abul-Jauzaa’ - referensi : Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad, syarh dan tahqiiq oleh Al-Waliid bin Muhammad Nabiih, hal. 42-49; syarh oleh Rabii’ Al-Madkhaliy, hal. 12-15; syarh oleh Ahmad bin Yahyaa An-Najmiy, hal. 57-60; syarh oleh ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah Ar-Raajihiy, hal. 28-35; syarh oleh Khaalid bin Mahmuud Al-Juhaniy hal. 36-40; dan syarh oleh Ibnul-Jibriin, hal. 53-54; Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah lil-‘Utsaimiin 1/69-72; Manhaj Al-Imaam Asy-Syaafi’iy fii Itsbaatil-‘Aqiidah hal. 429-438; Syarh Hadiits Jibriil fii Ta’liimid-Diin hal. 59-69; dan yg lainnya].

Silakan baca pembahasan sebelumnya:Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (1) - Pendahuluan & Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (2) - Berpegang pd Manhaj ShahabatUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (3) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (4) - Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (5) - Larangan Bermajelis dgn Ahlul-Ahwaa’Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (6) - Tanda-Tanda Ahlul-Bid’ahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (7) - Meninggalkan Perdebatan dlm Masalah AgamaUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (8) - Meninggalkan Perdebatan dlm Masalah Agama (Lanjutan)Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (9) - Hubungan Antara As-Sunnah dan Al-Qur’anUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (10) - Para Pengingkar As-SunnahUshuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (11) - As-Sunnah dan Akal



[1] Salah satunya oleh orang yg bernama Zulfan Baron, semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk kepadanya dan jg kita semua.[2] Adapun kisah masyhuur tentang pencuri yg berhujjah dgn takdir yg dihadapkan kepada ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu, lalu ia (‘Umar)menjawab: ‘Kami memotong tanganmu jg karena takdir Allah’ ; maka riwayatnya tak shahih. Diriwayatkan oleh Ar-Raamahurmuziy dlm Al-Muhaddits Al-Faashil hal. 317 no. 215 dan Al-Khathiib dlm Al-Jaami’ li-Akhlaaqir-Raawiy wa Adabis-Saami’ 2/243 no. 1556. Hammaad Al-Anmaathiy, perawi dlm sanad riwayat ini, adlh seorang pendusta. Sekaligus ni sebagai koreksi atas materi yg disampaikan pd hari Sabtu pagi, 06-06-2015.

0 Response to "Ushuulus-Sunnah lil-Imaam Ahmad bin Hanbal (12) - Beriman kepada Taqdir - Syarah Hadits"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *