[Unik] Wanita Tangguh Keturunan Indonesia ini Menggemparkan Dunia

Devi Asmadiredja (BBC)

Devi Asmadiredja, 45 tahun, ibu rumah tangga keturunan Indonesia yg lahir dan besar di Jerman, tak pernah menyangka bisa terdampar di pegunungan terpencil yg jauhnya 3.000 kilometer dari kehidupan normalnya.
Sekitar 4 tahun yg lalu, dia masih hidup di Jerman bersama suami dan ketiga anaknya yg berusia 5, 8, dan 12 tahun. Tapi pd awal 2011, dgn seenaknya sang suami mengatakan sudah tak mencintainya dan parahnya lagi menyuruhnya pergi.
Oleh suaminya, Devi dibelikan tiket dan diminta pergi ke Pankisi Gorge, sebuah kota kecil di kawasan lembah negara Georgia. "Aku diminta pergi ke Pankisi untk belajar bahasa Chechen, bahasa nenek moyangnya. Dia bilang aku boleh kembali dan mengajarinya nanti," kata Devi mengenang dikutip Dream.co.iddari laman BBC, Kamis 29 Januari 2015.
Dengan berbekal sedikit uang untk membeli makanan yg diberikan suami, Devi melakukan perjalanan sendirian ke Pankisi. Devi bisa dibilang ketakutan karena baru kali ni dia melakukan perjalanan jauh sendirian tapi dia tak punya pilihan.
Devi kemudian tiba di ibukota Georgia, Tbilisi dan melanjutkan perjalanan ke Desa Duisi. Tanpa kenal siapa pun dan buta akan bahasanya, Devi nekat bertanya kepada orang pertama yg ditemuinya tentang tempat dia bisa belajar bahasa setempat.
Devi ternyata cepat menguasai bahasa Chechen. Warga lokal bahkan memberinya nama panggilan Khedi (Khedijat) yg dlm bahasa Chechen berarti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW. Kendati begitu, kehidupan Devi tak selalu tenang. Dia sempat dicurigai sebagai mata-mata Rusia. Mungkin karena penampilannya yg tak memakai kerudung, bertato dan sifat mandirinya. Kemana-mana, Devi selalu menyelipkan keris kecil di kaki kirinya dan pisau tradisional lokal di kaki kanannya.
Devi pun diusir dari rumah keluarga yg selama ni menjadi tempat tinggalnya. Dia kemudian hidup terlunta-lunta, pindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Setelah 18 bulan tinggal di desa itu, suami Devi menelepon agar Devi tak usah kembali ke Jerman karena dia sekarang sudah menikah lagi.
"Jadi aku memutuskan ke kawasan pegunungan. Tanpa air bersih, uang, listrik dan pemanas. Hanya ponsel berkamera dan charger solar yg menemani untk berkomunikasi dgn keluarga di Jerman dan mengabadikan keindahan Pankisi."
Meski hidup nyaris di alam terbuka yg ganas, Devi akhirnya bisa menguasai seluk-beluk wilayah pegunungan di Pankisi. Termasuk tempat-tempat dgn pemandangan yg indah. Selain Desa Duisi, Devi jg sempat mengunjungi desa-desa lain di kaki pegunungan. Dia jg menguasai beberapa bahasa lokal, termasuk bahasa Georgia, karena sering bertemu dan berbincang-bincang dgn para penggembala yg ditemuinya di perjalanan.
Perlahan tapi pasti, nasib Devi mulai membaik. Saat kembali ke desa, Devi ditawari bayaran US$ 100 per hari untk mengantar turis Jerman mengunjungi tempat-tempat indah di wilayah pegunungan. Pekerjaannya sebagai pemandu wisata telah membuat hidup Devi semakin membaik. Kendati demikian, Devi sangat merindukan ketiga anaknya di Jerman. Dia terus mengirim email kepada mereka meski tak pernah mendapat balasan.
Namun, Devi merasa hidupnya sekarang ada di Pankisi. Apalagi akhir tahun ini, dia akan dinikahi pria Pankisi. Selain sebagai pemandu wisata, Devi jg hobi fotografi. Ia sudah menampilkan foto-foto keindahan Pankisi di galeri di seluruh Tbilisi. Bahkan di tahun depan, Devi akan menggelar pameran foto internasional pertamanya di Kedutaan Georgia di Indonesia. "Aku sekarang punya kehidupan di sini. Aku memang bisa kembali ke Jerman, tapi aku sudah dikenal sebagai pemandu wisata dan fotografer di sini. Jadi mengapa harus meninggalkan dunia baruku ni dgn kehidupan tak pasti di sana (Jerman)," keluh Devi.
Sumber

source : http://imgur.com, http://gabohong.blogspot.com, http://tempo.co

Posted by Unknown