This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

SEBERAPA HARUS KAH KETAATAN SEORANG ISTRI KEPADA SUAMINYA? - Al Qur'an

SEBERAPA HARUS KAH KETAATAN SEORANG ISTRI KEPADA SUAMINYA? 2ndgirls.blogspot.com - Kalau suami MELARANG istri bekerja keluar rumah, maka istri wajib mentaati.
Kalau suami MEMERINTAHKAN istri untk berjilbab syar'i, maka istri wajib mentaati.
Ketidaktaatan istri kepada suami dlm perkara yg ma'ruf, termasuk bentuk kedurhakaan kepada suami yg dpt mengakibatkan tak diterimanya shalat istri, hingga ia kembali taat kepada suami.
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ: الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتىَّ يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ
"Ada tiga golongan yg SHALAT MEREKA TIDAK MELEWATI TELINGA-TELINGA MEREKA, yaitu budak yg melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, ISTRI YANG MELEWATI MALAM DALAM KEADAAN SUAMINYA MARAH KEPADANYA, dan seseorang yg mengimami suatu kaum sementara mereka tak suka kepadanya."
[HR. At-Tirmidzi (no. 360), dihasankan Syaikh Al-Albani rahimahullah dlm Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat (no. 1122) dan Shahihul Jami’ (no. 3057)]
Imam Suyuthi rahimahullah berkata dlm Qutun Al-Mughtadzi:

"Maksudnya, shalat mereka tak diangkat ke langit (tidak diterima oleh Allah), sebagaimana disebutkan dlm hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yg diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
لاَ نَرْفَعُ صَلاَتَهُمْ فَوْقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْراً
"Kami tak mengangkat shalat mereka ke atas kepala mereka walau satu jengkal."
"Ini merupakan ungkapan yg menunjukkan tak diterimanya shalat mereka." [Penjelasan Al-Mubarakfury dlm Tuhfatul Ahwadzi (2/290 - 291)]
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيْهِ حَتىَّ يَرْجِعَ، وَامْرَأَة ٌعَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
"Ada dua golongan yg SHALAT MEREKA TIDAK MELEWATI KEPALA-KEPALA MEREKA (tidak diterima oleh Allah), yaitu budak yg melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya dan ISTRI YANG DURHAKA KEPADA SUAMINYA HINGGA IA KEMBALI TAAT."
[HR. Al-Hakim dlm Al-Mustadrak (4/191), Ath-Thabarani dlm Al-Ausath (no. 3628) dan Ash-Shaghir (no. 478), dishahihkan Syaikh Al-Albani rahimahullah dlm Shahihul Jami’ (no. 136) dan Ash-Shahihah (no. 288)]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Seorang perempuan jika telah menikah maka suami lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan kedua orang tuanya dan mentaati suami (dalam hal yg ma'ruf) itu lebih wajib dari pd ketaatan kepada orang tuanya." [Majmu Fatawa (32/261)].
Ketaatan kepada suami adlh dlm hal yg ma'ruf. Apabila suami memerintahkan kepada perbuatan bid'ah / maksiat, maka tak ada ketaatan dlm hal ini. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dlm bermaksiat kepada Khaliq."
[HR. Ahmad (1/131, Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah berkata dlm ta’liqnya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad: Isnadnya shahih.]
Besarnya hak seorang suami terhadap istrinya, digambarkan dlm sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَاَّلذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةً تَجْرِي بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلحسَتْهُ مَا أَدّّتْ حَقَّهُ
"Tidaklah pantas bagi seorang manusia untk sujud kepada manusia yg lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untk sujud kepada seorang yg lain niscaya aku perintahkan istri untk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yg jiwaku berada di tangannya, seandainya pd telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok yg mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut, niscaya ia belum purna (belum dianggap cukup) menunaikan hak suaminya."
[HR. Ahmad (3/159), dishahihkan Al-Haitsami (4/9), Al-Mundziri (3/55), dan Abu Nu’aim dlm Ad-Dala’il (137). Lihat catatan kaki Musnad Imam Ahmad (10/513), cet. Darul Hadits, Al-Qahirah].


SEBERAPA HARUS KAH KETAATAN SEORANG ISTRI KEPADA SUAMINYA?

Sumber : Catatan Abu Muhammad Hermanhttps://www.facebook.com/abu.herman/posts/10202036799376595?stream_ref=1

other source : http://liputan6.com, http://wikipedia.org, http://abuayaz.blogspot.com



0 Response to "SEBERAPA HARUS KAH KETAATAN SEORANG ISTRI KEPADA SUAMINYA? - Al Qur'an"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *