This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Islam Menjawab] Tentang Surah Al-Kaafiruun

Tentang Surah Al-Kaafiruun
Oleh: Akmal Sjafril || Twitter: twitter.com/malakmalakmal

Beberapa waktu yg lalu, ada debat tentang pluralisme. Yang jadi bahan debat adlh gambar ini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun

Komen awalnya begini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun

Kemudian responnya begini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun

Tanggapan saya begini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun
Tiba-tiba, debatnya ‘dibawa lari’ ke sini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun

Entah bagaimana, tahu-tahu sampai ke sini.

Tentang Surah Al-Kaafiruun

Saya ingin kembalikan diskusi ke pangkalnya. Ada apa dgn Surah Al-Kaafiruun? Mengapa Surah Al-Kaafiruun sering dijadikan dalil untk pluralisme agama? Paling tidak, orang kritis harus mempertanyakan dua hal sehubungan masalah ini. Pertama, apakah “lakum diinukum wa liyadiin” berarti “agama selain Islam jg benar”? Kedua, bagaimana konteks sejarah ketika Surah Al-Kaafiruun diturunkan?

Ingat, awalnya adlh pd paham pluralisme yg menyatakan semua agama benar. Lalu dikaitkan dgn Surah Al-Kaafiruun. Pertanyaan pertama relatif mudah dijawab. Karena di ayat satu Surah Al-Kaafiruun ada kalimat “yaa ayyuhal kaafiruun.” Jelaslah bahwa surah ni ditujukan kepada orang-orang kafir. Apa arti kafir? Yaitu ingkar. Ingkar kepada apa? Ya, ingkar kepada Allah, ingkar kepada agama Allah, yaitu Islam. Tau darimana agama yg Allah benarkan hanya Islam? Ya, dari surat Ali Imran [3]:19 yg berbunyi “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.”
Jadi, “lakum diinukum wa liyadiin” itu untk orang-orang yg mengingkari Allah. Apa agama mereka benar? Parafrase kembali pertanyaannya! Apa kita bisa mengatakan bahwa agamanya orang-orang yg mengingkari Allah itu benar? Jelaslah bahwa “lakum diinukum wa liyadiin” tak sama dgn mengatakan “agama yg lain jg benar”. Sebaliknya, “lakum diinukum wa liyadiin” diperuntukkan bagi mereka yg agamanya salah karena mengingkari Allah. Tapi biarpun agamanya salah, kita diperintahkan untk toleran. Tapi toleransi ya jangan kebablasan. Jangan lagi mempertanyakan: Apakah Nasrani dan Yahudi itu kafir? Dari dulu jg mereka disebut kafir. Coba baca Qs. At-Taubah [9]:30-31 yg berbunyi sebagai berikut:
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dgn mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yg terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yg Esa, tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yg mereka persekutukan.” (Qs. At-Taubah [9]:30-31)
Mereka disebut Ahli Kitab karena alasan dakwah; merekalah obyek dakwah paling utama, karena mereka masih mewarisi sebagian isi kitab-kitab terdahulu, maka diharapkan mereka akan lebih cepat merengkuh hidayah.
Kembali ke Surah Al-Kaafiruun, sejarahnya sangat termasyhur, seharusnya tiap Muslim tahu. Kalau ngakunya pake hermeneutika, harus melihat asbabun nuzul dan konteks pd zaman itu. Surah Al-Kaafiruun diturunkan ketika orang-orang musyrik di Mekkah mengajak Nabi s.a.w berkompromi soal agamanya. Mereka mengajak Nabi s.a.w untk menyembah Allah s.w.t dan berhala-berhala secara bergantian. Jawaban terhadap ajakan yg tak patut ni adlh Surah Al-Kaafiruun. “Qul yaa ayyuhal kaafiruun. Laa a’budu maa ta’buduun” dan seterusnya.
Jadi, konteks sesungguhnya dari Surah Al-Kaafiruun bukan toleransi, apalagi pluralisme agama. Konteksnya adlh penolakan tegas untk mengkompromikan Islam dgn selainnya. Kalau ayat terakhir, ya memang tentang toleransi. Kalau yg dibaca hanya “lakum diinukum wa liyadiin”, maknanya bisa macam-macam. Ya itulah kerjaan liberalis yg menafsirkan ayat sesuka hati mereka.
Sekarang kita teliti, seperti apa kaum musyrikin yg ditolak mentah-mentah agamanya oleh Nabi s.a.w ini? Kaum musyrikin Mekkah sesungguhnya adlh pewaris syari’at Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Isma’il a.s. Di kota mereka ada Ka’bah dan mereka setia memuliakannya. Mereka jg berhaji dan berthawaf mengelilingi Ka’bah. Kalau ditanya siapa Rabb-nya, mereka akan menjawab “Allah!” seperti yg tercantum dlm Qs. Yunus [10]:31. Jadi, jangan kira kaum musyrikin ni secara zhahir berbeda 180 derajat dgn kaum Muslimin pd masa itu. Sebaliknya, mereka justru sangat mirip karena mewarisi ajaran tauhid. Sayangnya, banyak noda-noda kemusyrikannya juga. Nah, terhadap kaum musyrikin yg jg mengaku menyembah Allah inilah Surah Al-Kaafiruun diturunkan! Bayangkan, sama-sama mengakui dan menyembah Allah, tapi ‘dihadiahi’ sebutan Al-Kaafiruun karena menyembah berhala. Sebenarnya nggak aneh sih, karena Iblis jg mengakui Allah tapi toh dia disebut kafir jg seperti yg tercantum dlm Qs. Al-Baqarah[2]:34 yg bunyinya:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah36 kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adlh ia termasuk golongan orang-orang yg kafir.” (Qs. Al-Baqarah[2]:34)
Nah, jika yg mengakui Allah saja bisa disebut kafir lantaran menyekutukan-Nya, apalagi yg tak mengakui Allah? Orang-orang musyrik menyembah berhala dgn tujuan mendekatkan diri kepada Allah seperti yg tertera dlm Qs. Az-Zumar [39]:3, tapi mereka disebut kafir. Bagaimana halnya orang-orang yg sejak awal tak mengakui Allah dan tak menyembah Allah? Ya, jelas kafirnya! Lalu, jika orang-orang yg berbuat kemusyrikan ni agamanya salah, bagaimana dgn yg sama sekali tak menyembah Allah?
Disinilah pluralisme gagal total. Mengakui kebenaran semua agama tak ada landasannya dlm Islam. Surah Al-Kaafiruun yg cuma beberapa ayat itu telah menolak klaim pluralisme secara efektif. Inilah mukjizat Al-Qur’an. Makanya saya heran, kok kalau membahas pluralisme agama yg diangkat malah Surah Al-Kaafiruun. Padahal justru Surah Al-Kaafiruun itulah Surah Anti Pluralisme yg sesungguhnya! Nanti ada saja yg berkilah, “Siapa bilang pluralisme menganggap semua agama benar?”

Kembalikan ke awal diskusi. Bahan debatnya yg ini. Jelas?
Tentang Surah Al-Kaafiruun
Soal kajian ilmiah seputar pluralisme agama, sudah saya tuangkan di buku ini.
Tentang Surah Al-Kaafiruun
Heran dgn perilaku liberalis yg suka asal ngomong? Baca buku yg ini.

Tentang Surah Al-Kaafiruun
Buku-buku saya bisa dipesan via SMS ke 0896-227-45-222. Aih, kok jadi jualan? Gak apa-apa, halal kok. Semoga kita selamat dari penyimpangan kaum pluralis. Aamiin.

Sumber: storify.com/malakmalakmal

0 Response to "[Islam Menjawab] Tentang Surah Al-Kaafiruun"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *