This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Penjalasan Tentang Tawakkal

2ndgirls.blogspot.com - Sebenarnya Islam telah memberikan solusi dari beragam problema karena Islam diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dlm mengarungi kehidupan dimayapada. Coba renungkan sabda panutan kita Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam yg telah bersabda:
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيراله وإن أصابته ضراء صبر فكان خيراله
Sangat menakjubkan perkara orang mukmin itu. Semua perkaranya adlh baik. Hal ni tak didapati kecuali pd orang mukmin. Yaitu jika menerima nikmat dia bersyukur maka ni baik baginya dan jika tertimpa musibah bersabar dan ni jg baik baginya. (HR. Muslim: 2999)
Kewajiban lain bagi seorang mukmin ketika menghadapi kesulitan hidup adlh tawakal kepada Alloh Azza wa Jalla. Berbekal tawakal ni seorang mukmin mampu menghadapi kehidupan dgn optimisme tinggi dan akan mendapatkan kemudahan dari Alloh Yang Maha Pemurah.
Dalil tentang tawakkal
وَمَنْ يَّتَوَ كَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْئٍ قَدْرًا (الطلاق : 3)

Dan barang siapa yg bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS.At-Thalaq:3). Hadist Nabi, artinya:
...لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا (رواه الترمذي)

Jikalau kamu tawakal kepada Allah dan berserah diri sepenuhnya, maka kamu akan mendapat rizki seperti rizki burung-burung yg diwaktu pagi berada dlm keadaan lapar dan kembali sore dgn perut kenyang.(HR.Turmuzi).
‎ Alloh SWT Berfirman

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dgn mereka dlm urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yg bertawakkal kepada-Nya." (Ali Imran (3): 159).

Allah SWT berfirman,
قَالَ رَجُلانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ٢٣
Berkatalah dua orang diantara orang-orang yg takut (kepada Allah) yg Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dgn melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yg beriman". (Al-Maidah (5): 23).

Banyak orang yg menyangka bahwa tawakal itu adlh pasrah secara keseluruhan, maka ni adlh anggapan yg tak benar. Akan tetapi seorang mukmin jika beribadah kepada Allah mereka bertawakal, tetapi tak seperti yg dipahami oleh orang-orang yg bodoh yakni tawakal adlh sekedar ucapan di bibir tanpa dipahami akal, membuang sebab-sebab, tak mau kerja, merasa puas dgn kehinaan dibawah bendera tawakal kepada Allah ta’ala, dan ridlho dgn takdiryang terjadi padanya. Bahkan seorang mukmin memahami bahwa tawakal itu merupakan bagian dari imannya dan aqidah ialah ta’at kepada Allah dgn menghadirkan semua sebab yg diperlukan dlm semua perbuatan yg hendak ia kerjakan. Ia tak berambisi kepada buah tanpa memberikan sebab sebabnya. Perhatikan dalil-dalil berikut

Ada beberapa perkara yg berkaitan dgn tawakal kepada Allah, yaitu:

Pertama: Tawakal berkaitan dgn masalah akidah. Yaitu meyakini Sang Pencipta, yaitu Allah, yg dijadikan tempat bersandar oleh tiap muslim ketika mencari kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Orang yg mengingkari perkara ni berarti dia kafir.
Kedua: Setiap hamba wajib bertawakal kepada Allah dlm segala urusannya. Tawakal ni termasuk aktivitas hati, sehingga jika seorang hamba mengucapkannya tapi tak meyakini dgn hatinya, maka ia tak dipandang sebagai orang yg bertawakal.
Ketiga: Jika seorang hamba mengingkari dalil-dalil wajibnya tawakal yg qath’i (pasti), maka ia telah menjadi orang kafir.
Keempat: Tawakal kepada Allah bukan mengambil hukum kausalitas ketika beramal (al-akhdzu bil asbab). Keduanya adlh dua masalah yg berbeda. Dalil-dalilnya pun berbeda. Buktinya Rasulullah saw. senantiasa bertawakal kepada Allah dan pd saat yg sama beliau beramal dgn berpegang pd hukum kausalitas. Beliau telah memerintahkan para sahabat agar melakukan kedua perkara tersebut, baik yg ada dlm Al-Quran / Al-Hadits. Beliau telah menyiapkan kekuatan yg mampu dilakukan seperti menggali sumu-sumur pd saat perang Badar, menggali parit pd saat perang Khandak. Beliau pernah meminjam baju besi dari Sofwan untk berperang. Beliau menyebarkan mata-mata, memutuskan air dari Khaibar, dan mencari informasi tentang kaum Quraisy ketika melakukan perjalanan untk menakhlukkan Makah. Beliau masuk Makah dgn muncul di antara dua perisai. Beliau pun pernah mengangkat beberapa sahabat sebagai pengawal beliau sebelum turunnya Firman Allah:
وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ
Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (TQS. Al-Maidah [5]: 67)
Begitu pula aktivitas-aktivitas beliau lainnya ketika berada di Madinah setelah berdirinya Daulah. Adapun ketika di Makah, beliau telah memerintahkan para sahabat untk hijrah ke Habsyah. Beliau menerima perlindungan dari pamannya, Abu Thalib. Beliau tinggal di Syi’ib (lembah) selama masa pemboikotan. Pada malam hijrah, beliau memeritahkan Ali bin Abi Thalib untk tidur di tempat tidur beliau. Beliau tidur di gua Tsur selama tiga hari. Beliau pun menyewa penunjuk jalan dari Bani Dail. Semua itu menunjukkan bahwa beliau telah melakukan amal sesuai kaidah kausalitas. Tapi pd saat yg sama beliau pun tak menafikan tawakal. Karena tak ada hubungan antara tawakal dgn menggunakan kaidah kausalitas ketika beramal. Mencampur-adukkan antara keduanya akan menjadikan tawakal hanya sekedar formalitas belaka yg tak ada dampaknya dlm kehidupan.
Dalil-dalil tentang kewajiban bertawakal antara lain;

Allah SWT berfirman,
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ٨٩
89. Allah tak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yg tak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yg kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yg biasa kamu berikan kepada keluargamu, / memberi pakaian kepada mereka / memerdekakan seorang budak. barang siapa tak sanggup melakukan yg demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yg demikian itu adlh kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (Al-Maidah (5): 89).
Tawakkal jg dikaitkan dgn Ar-Rahman dimana rahmat-Nya yg maha luas tak akan menyia-nyiakan siapapun yg bertawakkal kepada-Nya: ‎ الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
(Yaitu) orang-orang (yang menta’ati Allah dan Rasul) yg kepada mereka ada orang-orang yg mengatakan, Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adlh sebaik-baik Pelindung. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 173)
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوتُ
Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tak mati... (TQS. Al-Furqan [25]: 58)
وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Dan hanyalah kepada Allah orang-orang yg beriman harus bertawakal. (TQS. At-Taubah [9]: 51)
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 159)
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yg bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.(TQS. At-Thalaq [65]: 3)
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ
Maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. (TQS. Hud [11]: 123)
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, Cukuplah Allah bagiku; tak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adlh Tuhan yg memiliki ‘Arsy yg agung.(TQS. At Taubah [9]: 129)
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَإِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Barangsiapa yg tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. Al-Anfal [8]: 40)
Dan masih banyak ayat-ayat yg lainnya yg menunjukkan wajibnya bertawakal.
Dari Ibnu Abbas ra., dlm hadits yg menceritakan tujuh puluh ribu golongan yg akan masuk surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa terlebih dahulu, Rasulullah saw. bersabda: ‎ «هُمْ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ»
Mereka adlh orang-orang yg tak suka membaca jampi-jampi dan minta dijampi. Mereka tak menyandarkan keuntungan dan kerugian kepada suatu perkara pun (tathayyur) dan meraka senantiasa bertawakal kepada Tuhan-nya. ( Mutafaq ‘alaih)
Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah saw. ketika bangun malam untk bertahajjud suka membaca: «...اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ...»
....Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abu Bakar ra., ia berkata; ketika kami berdua sedang ada di gua Tsur, aku melihat kaki-kaki kaum Musyrik, dan mereka ada di atas kami. Aku berkata, Wahai Rasululullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kakinya, maka pasti ia akan melihat kita. Kemudian Rasulullah bersabda: ‎ «مَا ظَنُّكَ يَا أَبَا بَكْرٍ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا»
Wahai Abu Bakar, apa dugaanmu terhadap dua orang manusia, sementara Allah adlh yg ketiganya (untuk melindunginya, penj.). (Mutafaq ‘alaih)
Dari Ummi Salmah ra., sesungguhnya Nabi saw. ketika akan keluar dari rumah, beliau suka membaca: ‎ «بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ...»
Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah... (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ni hasan shahih. Iman nawawi dlm riyadhussalihin berkata, Hadits ni shahih).
Dari Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

Jika seseorang akan keluar dari rumahnya kemudian membaca:
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باِللهِ
(Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tak ada daya dan kekuatan kecuali dgn kekuasaan Allah). Maka akan dikatakan kepadanya, Cukup bagimu, engkau sungguh telah diberi kecukupan, engkau pasti akan diberi petunjuk dan engkau pasti dipelihara. Kemudian ada dua syaitan yg bertemu dan berkata salah satunya kepada yg lain, Bagaimana engkau bisa menggoda seorang manusia yg telah diberi kecukupan, dipelihara, dan diberi petunjuk. (HR. Ibnu Hibban dlm kitab shahihnya. Ia berkata dlm Al-Mukhtarah, hadits ni telah ditakhrij oleh Abu Daud dan An-Nasai; Isnadnya shahih)
Dari Umar bin Khathab bahwa Rasulullah saw. bersabda: «لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا»
Jika kamu benar-benar bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan memeberikan rizki kepadamu, sebagimana Allah telah memberikan rizki kepada burung. Burung itu pergi dgn perut kosong dan kembali ke sarangnya dgn perut penuh makanan.(HR. Al-Hakim; Ia berkata, hadits ni shahih isnadnya, dan Ibnu Hibban dlm kitab shahihnya, dan dishahihkan oleh oleh Al-Maqdisi dlm Al-Mukhtarah).‎
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata:

عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ إِنْ كُنْتَ غَافِلاً
يَأْتِيْكَ بِالْأَرْزَاقِ مِنْ حَيْثُ لاَتَدْرِيْ
فَكَيْف تَخَافُ الْفَقْرَ وَاللهُ رَازِقً
فَقَدْ رَزَقَ الطَّيْرَ وَالْحُوْتَ فِى الْبَحْرِ
وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ الرِّزْقَ يَأْتِيْ بِقُوَّةٍ
مَا أَكَلَ الْعُصْفُوْرُ شَيْئًا مَعَ النَّسْرِ
تَزُوْلُ عَنِ الدُّنْيَا فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِيْ
إِذَا جَنَّ عَلَيْكَ اللَّيْلُ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ
فَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ
وَكَمْ مِنْ سَقِيْمٍ عَاشَ حِيْنًا مِنَ الدَّهْرِ
وَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا
وَأَكْفَانُهُ فِى الْغَيْبِ تُنْسَجُ وَهْوَ لاَ يَدْرِيْ
فَمَنْ عَاشَ أَلْفًا وَأَلْفَيْن
فَلاَ بُدَّ مِنْ يَوْمٍ يَسِيْرُ إِلَى الْقَبْرِ
ديوان للامام الشافعي " التوكل في الرزق"‎
Bertakwalah kepada Allah jika kamu lalai‎ Niscaya Dia memberimu rezeki dgn cara yg tak kau ketahui‎ Bagaimana kamu takut kefakiran sedangkan Allah pemberi rezeki ‎ Dia memberi rezeki kepada burung, ikan di laut bahari‎ Barangsiapa menyangka bahwa dg kekuatannya penyebab rezeki‎ Tentu burung pipit tiada makanan saat elang ada disisi‎‎ Engkau akan sirna dari dunia di waktu yg tak kau ketahui‎ Jika malam telah tiba siapa jamin hidupmu hingga fajar nanti‎ Begitu banyak orang sehat tanpa sakit mendadak mati‎ banyak orang sakit tapi ia hidup bertahun-tahun ia lalui‎ Berapa banyak anak muda tertawa-tawa ketika sore dan pagi Sedangkan kafannya ditenun di alam ghaib tanpa ia sadari‎ Barangsiapa mampu hidup seribu / dua ribu tahun lagi‎ Pasti ia masuk kubur yg siap menanti‎‎
Al Qusyayri menjelaskan bahwa tawakal tempatnya dlm hati, dan pekerjaan batin. Perbuatan lahiriah yg berbentuk usaha dan ikhtiar tidaklah menanggalkan tawakal seseorang yg ada dlm hatinya, manakala seseorang hamba telah yakin bahwa takdir itu datangnya dari Allah SWT. Karena itu jika usahanya tak tercapai maka dia melihat begitulah ketentuan takdir yg berlaku padanya, dan jikalau dia berhasil itu adlh takdir, yg berbentuk rahmat pertolongan dari Allah SWT. Dikatakan bahwa tawakal itu merupakan pekerjaan hati manusia dan merupakan puncak tertinggi keimanan seseorang. Sifat ni akan datang dgn sendirinya manakala Iman seseorang sudah kuat dan matang.‎ Imam Al Ghazali menilai bahwa pendapat yg mengatakan tawakal adlh meninggalkan usaha- usaha badaniah dan tadbir (memutuskan) dgn hati merupakan pendapat yg tak paham agama. Hal tersebut haram di dlm syariat. Syariat memuji orang yg bertawakal yg disertai dgn usaha. Karena itu Hujjatul Islam tersebut menjelaskan bahwa amal orang-orang yg bertawakkal terbagi empat bagian : (1) Berusaha memperoleh sesuatu yg dpt memberi manfaat kepadanya, (2) Berusaha memelihara sesuatu yg dimilikinya dari hal-hal yg bermanfaat itu, (3) Berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yg akan menimbulkan mudharat (bencana), dan (4) Berusaha menghilangkan mudharat yg menimpa dirinya.‎
Manfaat Tawakkal ditinjau dari Sabda Rosululloh‎
Orang yg bertawakal hanya kepada Allah, akan masuk ke dlm surga tanpa hisab. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ الآخَرِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمْ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الإِسْلاَمِ وَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَخُوضُونَ فِيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمْ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda: Telah ditunjukkan kepadaku keadaan umat yg dahulu, hingga saya melihat seorang nabi dgn rombongan yg kecil, dan ada nabi yg mempunyai penigkut satu dua orang, bahkan ada nabi yg tiada pengikutnya. Mendadak telihat padaku rombongan yg besar (yang banyak sekali), saya kira itu adlh umatku, tapi diberitahukan kepadaku bahwa itu adlh nabi Musa as beserta kaumnya. Kemudian dikatakan kepadaku, lihatlah ke ufuk kanan dan kirimu, tiba-tiba di sana saya melihat rombongan yg besar sekali. Lalu dikatakan kepadaku, Itulah umatmu, dan di samping mereka ada tujuh puluh ribu yg masuk surga tanpa perhingungan (hisab). Setelah itu nabi bangun dan masuk ke rumahnya, sehingga orang-orang banyak yg membicarakan mengenai orang-orang yg masuk surga tanpa hisab itu. Ada yg berpendapat; mungkin mereka adlh sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Ada pula yg berpendapat, mungkin mereka yg lahir dlm Islam dan tak pernah mempersekutukan Allah, dan ada jg pendapt-pendapat lain yg mereka sebut. Kemudian Rasulullah SAW keluar menemui mereka dan bertanya, ‘apakah yg sedang kalian bicarakan?’. Mereka memberiktahukan segala pembicaraan mereka. Beliau bersabda, ‘ Mereka tak pernah menjampi / dijampikan dan tak suka menebak nasib dgn perantaraan burung, dan hanya kepada Rab nya lah, mereka bertawakal. Lalu bangunlah Ukasyah bin Mihshan dan berkata, ‘Ya Rasulullah SAW doakanlah aku supaya masuk dlm golongan mereka.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Engkau termasuk golongan mereka.’ Kemudian berdiri pula orang lain, dan berkata, ‘doakan saja jg supaya Allah menjadikan saya salah satu dari mereka.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Engkau telah didahului oleh Ukasyah. (HR. Bukhari & Muslim).
Tawakal merupakan sunnah Rasulullah SAW. ‎ Rasulullah SAW sendiri senantiasa menggantungkan tawakalnya kepada Allah SWT. Salah satu contohnya adlh bahwa beliau selalu mengucapkan doa-doa mengenai ketawakalan dirinya kepada Allah SWT: ‎
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنِي أَنْتَ الْحَيُّ الَّذِي لاَ يَمُوتُ وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ يَمُوتُونَ (رواه مسلم) ‎ Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW senantiasa berdoa, ‘Ya Allah hanya kepada-Mulah aku menyerahkan diri, hanya kepada-Mulah aku beriman, hanya kepada-Mulah aku bertawakal, hanya kepada-Mulah aku bertaubat, hanya karena-Mulah aku (melawan musuh-musuh-Mu). Ya Allah aku berlindung dgn kemulyaan-Mu di mana tiada tuhan selain Engkau janganlah Engkau menyesatkanku. Engkau Maha Hidup dan tak pernah mati, sendangkan jin dan manusia mati. (HR. Muslim)
Allah merupakan sebaik-baik tempat untk bertawakal. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَالُوا إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas ra, Hasbunallah wani’mal Wakil’ kalimat yg dibaca oleh Nabi Ibrahim as ketika dilempar ke dlm ap, dan jg telah dibaca oleh Nabi Muhammad SAW ketika diprovokasi oleh orang kafir, supaya takut kepada mereka ; ‘sesungguhnya manusia telah mengumpulkan segala kekuatannya untk menghancurkan kalian, maka takutlah kamu dan janganlah melawan, tapi orang-orang beriman bertambah imannya dan membaca, Hasbunallah wa ni’mal Wakil (cukuplah Allah yg mencukupi kami dan cukuplah Allah sebagai tempat kami bertawakal. (HR. Bukhari) Tawakal akan mendatangkan nasrullah. ‎ Sebagaimana yg terdapat dlm hadits no 5, dlm kitab Riyadhus Shalihin. Dimana dikisahkan pd saat perang Dzatur riqa’, ketika Rasulullah SAW sedang beristirahat di bawah sebuah pohon, sedangkan pedang beliau tergantung di pohon. Ketika tiba-tiba datang seorang musyrikin yg mengambil pedang beliau sambil berkata, siapa yg dpt melindungimu dariku?. Tapi dgn sangat tenang Rasulullah SAW menjawab Allah. Setelah tiga kali bertanya, tiba-tiba pedang yg dipegangnya jatuh. Lalu Rasulullah SAW mengambil pedang tersebut seraya bertanya, sekarang siapakah yg dpt melindungimu dari ku? Tawakal yg benar tak akan menjadikan seseorang kelaparan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا (رواه الترمذي)
Dari Umar ra, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ’sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dgn tawakal yg sebenar-benarnya, pastilah Allah akan memberikan rizki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rizki pd seekor burung. Pergi pagi hari dlm keadaan perut kosong, dan pulang sore hari dlm keadaan perut kenyang. (HR. Tirmidzi)
Tawakal harus didasarkan kepada tauhid. Adapun tauhid itu ada beberapa tingkatan. Diantaranya. [1]. Hati harus membenarkan wahdaniyah, yg kemudian diterjemahkan lewat kata-kata la ilaha illallahu wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir. Jika dia membenarkan lafazh ini, tapi tak mengetahui dalilnya, berarti itu merupakan keyakinan orang awam.
[2]. Hamba melihat berbagai macam benda yg berbeda-beda, lalu melihatnya berasal dari satu sumber. Ini kedudukan orang-orang yg taqarub.
[3]. Hamba melihat dari mata hatinya bahwa tak ada yg bisa berbuat kecuali Allah dan dia tak memandang kepada selain Allah. KepadaNya dia takut dan kepada-Nya pula dia berharap serta bertawakal. Karena pd hakekatnya Allahlah satu-satunya yg bisa berbuat. Dengan kemahasucian-Nya semua tunduk kepadaNya. Dia tak mengandalkan hujan agar tanaman bisa tumbuh, tak mengandalkan kepada mendung agar hujan turun, tak mengandalkan kepada angin untk menjalankan perahu. Bersandar kepada semua ni merupakan ketidaktahuan terhadap hakekat segala urusan. Siapa yg bisa menyibak berbagai hakikat tentu akan mengetahui bahwa angin tak berhembus dgn sendirinya. Angin itu harus ada yg menggerakkannya. Seseorang yg melihat angin sebagai penyelamat, serupa dgn orang yg ditangkap untk dipenggal lehernya. Lalu setelah dilaporkan kepada raja, ternyata raja mengeluarkan lembaran catatan yg isinya memaafkan kesalahannya. Lalu dia banyak bercerita tentang tulisan dlm catatan itu, bukan melihat kepada siapa yg menggerakkan pulpen dan menuliskan catatan itu. Tentu saja ni suatu kebodohan. Siapa yg tahu bahwa pulpen tak mempunyai kekuasaan hukum, tentu dia akan berterima kasih kepada orang orang yg telah menggunakan pulpen itu, bukan kepada pulpennya. Semua makhluk di dlm kekuasaan Khaliq, lebih nyata daripada sekedar pulpen di tangan orang yg menggunakannya. Allahlah yg menciptakan segala sebab dan berkuasa untk berbuat apa pun menurut kehendakNya.
Beberapa Gambaran Keadaan Tawakal ‎ Ketahuilah bahwa tawakal itu terbentuk dari kata al-wakalah. Jika dikatakan, "Wakkala Fulan amruhu ila Fulan ", artinya Fulan yg pertama menyerahkan urusannya kepada Fulan yg kedua serta bersandar kepadanya dlm urusan ini.
Tawakal merupakan ungkapan tentang penyandaran hati kepada yg diwakilkan. Manusia tak bisa disebut tawakal kepada selainnya kecuali setelah dia bersandar kepadanya dlm beberapa hal, yaitu dlm masalah simpati, kekuatan dan petunjuk. Jika engkau sudah mengetahui hal ini, maka bandingkanlah dgn tawakal kepada Allah. Jika hatimu sudah merasa mantap bahwa tak ada yg bisa berbuat kecuali Allah semata, jika engkau sudah yakin bahwa ilmu, kekuasaan dan rahmat-Nya sempurna, di belakang kekuasaan-Nya tak kekuasaan lain, dibelakang ilmu-Nya tak ada ilmu lain, di belakang rahmat-Nya tak ada rahmat lain, berarti hatimu sudah bertawakal hanya kepada-Nya semata dan tak menengok kepada selain-Nya. Jika engkau tak mendapatkan keadaan yg seperti ni di dlm dirimu, maka ada satu di antara dua sebab, entah karena lemahnya keyakinan terhadap hal-hal ini, entah karena ketakutan hati yg disebabkan kegelisahan dan kebimbangan yg menguasainya. Hati menjadi gelisah tak menentu karena adanya kebimbangan, sekalipun masih tetap ada keyakinan. Siapa yg menerima madu lalu ia membayangkan yg tidak-tidak tentang madu itu, tentu dia akan menolak untk menerimanya.
Jika seseorang dipaksa untk tidur di samping mayat di liang kuburan / ditempat tidur / di dlm rumah, tabiat dirinya tentu akan menolak hal itu, sekalipun dia yakin bahwa mayat itu adlh sesuatu yg tak bisa bergerak dan mati. Tapi tabiat dirinya tak membuatnya lari dari benda-benda mati lainnya. Yang demikian ni karena adanya ketakutan di dlm hati. Ini termasuk jenis kelemahan dan jarang sekali oang yg terbebas darinya. Bahkan terkadang ketakutan ni berlebih-lebihan, sehingga menimbulkan penyakit, seperti takut berada di rumah sendirian, sekalipun semua pintu sudah ditutup rapat-rapat.
Jadi, tawakal tak menjadi sempurna kecuali dgn disertai kekuatan hati dan kekuatan keyakinan secara menyeluruh. Jika engkau sudah tahu makna tawakal dan engkau jg sudah tahu keadaan yg disebut dgn tawakal, maka ketahuilah bahwa keadaan itu ada tiga tingkatan jika dilihat dari segi kekuatan dan kelemahan
[1]. Keadaan benar-benar yakin terhadap penyerahannya kepada Allah dan pertolongan-Nya, seperti keadaannya yg yakin terhadap orang yg dia tunjuk sebagai wakilnya.
[2]. Tingkatan ni lebih kuat lagi, yaitu keadaannya bersama Allah seperti keadaan anak kecil bersama ibunya. Anak itu tak melihat orang selain ibunya dan tak akan mau bergabung dgn selain ibunya serta tak mau bersandar kecuali kepada ibunya sendiri. Jika dia menghadapi suatu masalah, maka yg pertama kali terlintas di dlm hatinya dan yg pertama kali terlontar dari lidahnya adlh ucapan, "Ibu..!" Siapa yg pasrah kepada Allah, memandang dan bersandar kepada-Nya, maka keadaannya seperti keadaan anak kecil dgn ibunya. Jadi dia benar-benar pasrah kepada-Nya. Perbedaan tingkatan ni dgn tingkatan yg pertama, tingkatan yg kedua ni adlh orang yg bertawakal, yg tawakalnya murni dari tawakal yg lain, tak menengok kepada selain yg ditawakali dan di hatinya tak ada tempat untk selainnya. Sedangkan yg pertama adlh orang yg bertwakal karena dipaksa dan karena mencari, tak murni dlm tawakalnya, yg berarti masih bisa bertwakal kepada yg lain. Tentu saja hal ni bisa mengalihkan pandangannya untk tak melihat satu-satunya yg mesti ditawakali.
[3]. Ini tingkatan yg paling tinggi, bahwa dia di hadapan Allah seperti mayit di tangan orang-orang yg memandikannya. Dia tak berpisah dgn Allah melainkan dia melihat dirinya seperti orang mati. Keadaan seperti anak kecil yg hendak dipisahkan dgn ibunya, lalu secepat itu pula dia akan berpegang kepada ujung baju ibunya.
Keadaan-keadaan seperti ni memang ada pd diri manusia. Hanya saja jarang yg bertahan terus, terlebih lagi tingkatan yg ketiga.
Tindakan Orang-Orang Yang Bertawakal ‎ Sebagian manusia ada yg beranggapan bahwa makna tawakal adlh tak perlu berusaha dgn badan, tak perlu mempertimbangkan dangan hati dan cukup menjatuhkan ke tanah seperti orang bodoh / seperti daging yg diletakkan di atas papan pencincang. Tentu saja ni merupakan anggapan yg bodoh dan hal ni haram dlm syariat.
Syariat memuji orang-orang yg bertawakal. Pengaruh tawakal akan tampak dlm gerakan hamba dan usahanya untk menggapai tujuan. Usaha hamba itu bisa berupa mendatangkan manfaat yg belum di dpt seperti mencari penghidupan, ataupun menjaga apa yg sudah ada, seperti menyimpan. Usaha itu jg bisa untk mengantisipasi bahaya yg datang, seperti menghindari serangan, / bisa jg menyingkirkan bahaya yg sudah datang seperti berobat saat sakit. Aktivitas hamba tak lepas dari empat gambaran berikut ini:
Gambaran Pertama ‎ Mendatangkan Manfaat : Adapun sebab-sebab yg bisa mendatangkan manfaat ada tiga tingkatan.
[1]. Sebab yg pasti, seperti sebab-sebab yg berkaitan dgn penyebab yg memang sudah ditakdirkan Allah dan berdasarkan kehendak-Nya, dgn suatu kaitan yg tak mungkin ditolak dan di salahi. Misalnya, jika ada makanan di hadapanmu, sementara engkaupun dlm keadaan lapar, lalu engkau tak mau mengulurkan tangan ke makan itu seraya berkata, "Aku orang yg bertawakal. Syarat tawakal adlh meninggalkan usaha. Sementara mengulurkan tangan ke makan adlh usaha, begitu pula mengunyah dan menelannya". Tentu saja ni merupakan ketololan yg nyata dan sama sekali bukan termasuk tawakal. Jika engkau menunggu Allah menciptakan rasa kenyang tanpa menyantap makanan sedikit pun, / Dia menciptakan makanan yg dpt bergerak sendiri ke mulutmu, / Dia menundukkan malaikat untk mengunyah dan memasukkan ke dlm perutmu, berarti engkau adlh orang tak tahu Sunnatullah. Begitu pula jika engkau tak mau menanam, lalu engkau berharap agar Allah menciptakan tanaman tanpa menyemai benih, / seorang istri dpt melahirkan tanpa berjima', maka semua tiu adlh harapan yg konyol. Tawakal dlm kedudukan ni bukan dgn meninggalkan amal, tetapi tawakal ialah dgn ilmu dan melihat keadaaan. Maksudnya dgn ilmu , hendaknya engkau mengetahui bahwa Allahlah yg menciptakan makanan, tangan, berbagai sebab, kekuatan untk bergerak, dan Dialah yg memberimu makan dan minum. Maksud mengetahui keadaan, hendaknya hati dan penyandaranmu hanya kepada karunia Allah, bukan kepada tangan dan makanan. Karena boleh jadi tanganmu menjadi lumpuh sehingga engkau tak bisa bergerak / boleh jadi Allah menjadikan orang lain merebut makananmu. Jadi mengulurkan tangan ke makanan tak menafikan tawakal.
[2]. Sebab-sebab yg tak meyakinkan, tetapi biasanya penyebabnya tak berasal dari yg lain dan sudah bisa diantisipasi. Misalnya orang yg meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi sebagai musafir melewati lembah-lembah yg jarang sekali dilewati manusia. Dia berangkat tanpa membawa bekal yg memadai. Orang seprti ni sama dgn orang yg hendak mencoba Allah. Tindakannya dilarang dan dia diperintahkan untk membawa bekal. Jika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bepergian, maka beliau membawa bekal dan jg mengupah penunjuk jalan tatkala hijrah ke Madinah.
[3]. Menyamarkan sebab-sebab yg diperkirakan akan menyeret kepada penyebab, tanpa disertai keyakinan yg riel, seperti orang yg membuat pertimbangan secara terinci dan teliti dlm suatu usaha. Selagi tujuannya benar dan tak keluar dari batasan syariat, maka hal ni tak mengeluarkannya dari tawakal. Tapi dia bisa dikatagorikan orang-orang yg ambisius jika maksudnya untk mencari kehidupan yg melimpah. Tapi meninggalkan perencanaan sama sekali bukan termasuk tawakal, tetapi ni merupakan pekerjaan para penganggur yg ingin hidup santai, lalu beralasan dgn sebutan tawakal. Umar Radhiyallahu Anhu berkata, "Orang yg bertawakal ialah yg menyemai benih di tanah lalu bertawakal kepada Allah."
Gambaran Kedua: ‎ Mempertimbangkan Sebab Dengan Menyimpan Barang : Siapa yg mendapatkan makanan pokok yg halal, yg andaikan dia bekerja untk mendapatkan yg serupa akan membuatnya sibuk, maka menyimpan makanan pokok itu tak mengeluarkannya dari tawakal, terlebih lagi jika dia mempunyai tanggungan orang yg harus diberi nafkah.
Di dlm Ash-Shahihain disebutkan dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallalhu alaihi wa sallam pernah menjual kebun korma Bani Nadhir, lalu menyimpan hasil penjualannya untk makanan pokok keluarganya selama satu tahun.
Jika ada yg bertanya, "Bagaimana dgn tindakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yg melarang Bilal untk menyimpan harta?"
Jawabnya : Orang-orang fakir dari kalangan shahabat di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tak ubahnya tamu. Buat apa mereka menyimpan harta jika dijamin tak akan lapar? Bahkan bisa dijawab sebagai berikut: Keadaan Bilal dan orang-orang yg semacam dia dari Ahlush-Shuffah (orang-orang yg ada di emperan) memang tak selayaknya untk menyimpan harta. Jika mereka tak terima, maka celaan tertuju pd sikap mereka yg mendustakan keadaan mereka sendiri, bukan pd masalah menyimpan harta yg halal.
Gambaran Ketiga. Mencari Sebab Langsung Untuk Menyingkirkan Mudharat. Bukan termasuk syarat tawakal jika meninggalkan sebab-sebab yg dpt menyingkirkan mudharat. Misalnya, tak boleh tidur di sarang binatang buas, di tempat aliran air, di bawah tembok yg akan runtuh. Semua ni dilarang.
Tawakal jg tak berkurang karena mengenakan baju besi saat pertempuran, menutup pintu pd malam hari dan mengikat onta dgn tali. Allah berfirman.
"Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata." [An-Nisa' : 102]
Ada seorang laki-laki menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku harus mengikat ontaku dan bertawakal , ataukah aku melepasnya dan bertawakal?" Beliau menjawab, "Ikatlah dan bertawakallah." [Diriwayatkan At-Tirmidzy]
Bertawakal dlm hal-hal ni adlh yg berkaitan dgn penyebab dan bukan pd sebab serta ridha terhadap apapun yg ditakdirkan Allah. Jika barang-barangnya dicuri orang, padahal andaikata ia waspada dan hati-hati tak akan tercuri, lalu dia pun mengeluh setelah itu, maka nyatalah keadaannya yg jauh dari tawakal.
Ketahuilah bahwa takdir itu seperti dokter. Jika ada makanan yg datang, maka dia gembira dan berkata, "Kalau bukan karena takdir itu tahu bahwa makanan adlh bermanfaat bagiku, tentu ia tak akan datang." Kalau pun makan itu pun tak ada, maka dia tetap gembira dan berkata, "Kalau tak karena takdir itu tahu bahwa makanan itu membuatku tersiksa, tentu ia tak akan terhalang dariku."
Siapa yg tak yakin terhadap karunia Allah, seperti keyakinan orang sakit terhadap dokter yg handal, maka tawakalnya belum dikatakan benar. Jika barang-barangnya di curi, maka dia ridha terhadap qadha' dan menghalalkan barang-barangnya bagi orang yg mengambilnya, karena kasih sayangnya terhadap orang lain, yg boleh jadi adlh orang Muslim. Sebagian orang ada yg mengadu kepada seorang ulama, karena dia dirampok di tengah jalan dan semua hartanya dirampas. Maka ulama itu berkata, "Jika engkau lebih sedih memikirkan hartamu yg dirampok itu daripada memikirkan apa yg sedang terjadi di kalangan orang-orang Muslim, lalu nasehat macam apa lagi yg bisa kuberikan kepada orang-orang Muslim?"
Gambaran Keempat. ‎ Usaha menyingkirkan mudharat, seperti mengobati penyakit yg berjangkit dan lain-lainnya. Sebab-sebab yg bisa menyingkirkan mudharat bisa dibagi menjadi tiga macam.
[1]. Yang pasti, seperti air yg menghilangkan dahaga, roti yg menghilangkan lapar. Meninggalkan sebab ni sema sekali bukan termasuk tawakal.
[2]. Yang disangkakan, seperti operasi, berbekam, minum urus-urus dan lain-lainnya. Hal ni jg tak mengurangi makna tawakal. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah berobat dan menganjurkan untk berobat. Banyak orang-orang Muslim jg melakukannya, tapi ada pula di antara mereka yg tak mau berobat karena alasan tawakal, sebagaimana yg diriwayatkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu, tatkala dia ditanya, "Bagaimana jika kamu memanggilkan tabib untk mengobatimu?" Dia menjawab, "Tabib sudah melihatku.", "Apa katanya?", tanya orang itu. Abu Bakar menjawab, "Katanya, 'Aku dpt berbuat apa pun yg kukehendaki'." Al-Mushannif Rahimahullah berkata, "Yang perlu kami tegaskan bahwa berobat adlh lebih baik. Keadaan Abu Bakar itu bisa ditafsiri bahwa sebenarnya dia sudah berobat, dan tak mau berobat lagi karena sudah yakin dgn obat yg diterimanya, / mungkin dia sudah merasa ajalnya yg sudah dekat, yg dia tangkap dari tanda-tanda tertentu." Yang perlu diket

0 Response to "Penjalasan Tentang Tawakkal"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *