2ndgirls.blogspot.com - Senyum itu indah, bahkan bernilai ibadah karena bisa menyenangkan orang lain. Karena itulah, ulama yg dikenal habib ni dikenal suka mengumbar senyum kepada siapa saja. Maka, gelar the smilling habib pun melekat kepadanya.
Habib Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia, pd tanggal 5 Mei 1928 dari pasangan
Habib Alwi dan
Syarifah Khadijah. Ketika berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo. Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, mereka menetap di Kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo. Saat kecil, selain mendapatkan didikan dari sang ayah, Habib Anis jg pernah belajar di Madrasah Ar-Ribathah, yg jg berada di samping sekolahnya. Pada usia 22 tahun, beliau menikahi
Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf. Namun, tak lama kemudian sang ayah meninggal dunia di Palembang, sehingga perannya sebagai seorang ulama pun digantikan Habib Anis. Karena peran inilah, Habib Anis sempat dianggap sebagai anak muda yg berpakaian tua. Usianya masih muda, tapi sudah memerankan vital sebagai seorang ustadz/kiayi, yg sepantasnya dilakukan oleh orang tua. Setelah menggantikan posisi sang ayah di masyarakat, sehari-hari Habib Anis mengajar di zawiyah (pondokan) pd tengah hari. Selain itu, beliau jg sering menyelenggarakan haul dan pembacaan Maulid Simthuth-Durar karya kakeknya
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi di Masjid Ar-Riyadh. Dan tiap malam Jumat Legi diadakan Pengajian Legian dgn melibatkan masyarakat banyak. Selain sebagai ustadz, Habis Anis muda pun pernah berdagang batik dan memiliki kios di Pasar Klewer, Solo, yg dijaga adiknya,
Habib Ali. Tapi karena kegiatan di Masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan batik dihentikan. Beliau lebih fokus pd usaha pengembangan ajaran Islam sebagai seorang ulama.Habib Anis dikaruniai enam putera yaitu
Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib Hasan, dan
Habib Abdillah. Semua putera beliau tinggal di sekitar Gurawan.Di mata masyarakat Solo, Habib Anis dikenal sebagai ulama yg rendah hati (tawadhu) yg menganggap dirinya tak berarti apa-apa. Meski berasal dari keluarga ahl al-bait, tapi karakter beliau seperti orang Jawa. Beliau dikenal memiliki sifat Kromo Inggil, yaitu memperlakukan siapapun yg datang kepadanya, baik yg berpangkat / tidak, dgn ramah layaknya saudara sendiri. Mereka dijamu dan diperlakukan dgn sepantasnya. Sehari-hari beliau memiliki penampilan yg rapi dan dikenal sumeh (suka senyum). Senyumnya dikenal sangat manis dan menawan, sehingga beberapa orang menyebutnya sebagai The Smilling Habib (Habib yg Murah Senyum). Senyumnya yg khas mampu meluluhkan hati siapapun yg berjumpa dengannya. Beliau memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Selain murah senyum, beliau jg dikenal loman (pemurah, suka memberi). Tukang becak yg sering mangkal di sekitar Masjid Wiropaten, tempat Habib Anis melaksanakan Shalat Jum’at, kerapkali mendapatkan sedekah dari beliau. Dan saat Hari Raya ‘Idul Adha tiba beliau kerapkali membagi-bagikan daging korban secara merata melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tak membedakan Muslim / non Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya.Bahkan, menjelang Hari Raya Idul Fitri Habib Anis jg sering memberikan sarung secara cuma-cuma kepada para tetangga, muslim maupun non-muslim. Beri mereka sarung meskipun saat ni mereka belum masuk Islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk Islam, ujar Habib Anis suatu kali. Beliau jg dikenal sangat sabar, santun, ucapannya halus, dan tak pernah menyakiti hati orang lain apalagi membuatnya marah. Jika ada tetangga beliau / handai taulan yg meninggal / sakit, beliau tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung / bersilaturrahmi. Habib Anis meninggal pd tanggal 6 November 2006 (14 Syawal 1427 H) pukul 12.55 WIB di RS. DR. Oen dlm usia 78 tahun karena penyakit jantung yg dideritanya. Sebelum meninggal beliau sempat beberapa kali pingsan. Kepergiannya menyebar begitu cepat, hingga ribuan orang datang untk bertakziah ke rumahnya. Beliau dimakamkan di sebelah timur makam ayahnya di komplek Masjid al-Riyadh Solo.
Paku Bumi Bagian Tengah Indonesia Sebagai ulama, Habib Anis menghabiskan sebagian besar hidupnya untk mengajar dan berbagi ilmu. Muridnya cukup banyak dan tersebar ke berbagai daerah. Orangnya istiqamah, sehingga menempatkannya pd maqam yg cukup tinggi di kalangan ulama. Atas dasar itulah, sebagian orang, kemudian menggadang-gadangnya sebagai Paku Bumi Indonesia bagian Tengah. Jika di Barat ada
Al-Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Bukit Duri Jakarta) dan di Timur ada
Habib Syech bin Muhammad bin Husein Al-Idrus (Surabaya), maka di Tengah ada Habib Anis sendiri. Di kalangan warga Solo, nama Habib Anis sangatlah tak asing, mulai dari tukang becak hingga pejabat. Bahkan, beliau dikenal sangat merakyat. Beliau tak segan-segan untk naik becak dan bergaul dgn kalangan bawah. Maka tak heran sosok beliau begitu berkenan di hati Warga Solo. Hal ni ditambah oleh tutur katanya yg santun dan senyum manisnya yg selalu beliau umbar pd tiap orang yg ditemuinya. Di mata
Habib Jindan sendiri, Habib Anis adlh orang yg saleh. Bahkan, menurutnya, ketika mengiringi jenazah Habib Anis ke pamakaman sama saja beliau sedang mengantarkan seseorang ke surga. Kesalehan Habib Anis jg ditengarai dgn berbagai keanehan yg terjadi saat kematiannya. Konon, pd malam kematian Habib Anis,
Habib Husein Mulachela (keponakan Habib Anis) seolah mencium bau harum minyak wangi yg selalu dipakai oleh almarhum di kamarnya. Habib Husein tahu betul cita rasa minyak wangi yg selalu dipakai oleh almarhum. Sedangkan
Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, murid senior sekaligus cucu menantu Habib Anis mengatakan, bahwa maqam tinggi yg dimiliki Habib Anis didapatkan bukan karena berandai-andai / duduk-duduk saja. Semua itu beliau peroleh setelah bertahun-tahun menanamkan cinta kepada Allah SWT, para shalihin dan kepada kaum muslimin umumnya. Setidaknya, ada empat hal yg selalu disampaikan oleh Habib Anis kepada jama’ah tiap kali beliau mengadakan pengajaran di zawiyah-nya. Pertama, kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah rumahku dan masjidku. Masjid ni tempat aku beribadah mengabdi kepada Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di perpustakaan, tempat untk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena tiap muslim hendaknya bekerja. Hendaklah ia berusaha untk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad SAW. Dari ajaran Habib Anis di atas nampak bahwa sebagai seorang pelakon sufi, beliau jg tak meninggalkan duniawi dgn bekerja keras. Bahkan, kita masih ingat, bagaimana mudanya dulu beliau pernah berdagang batik. Hal ini, menunjukkan bahwa untk menjadi seorang yg dicintai Allah tak melulu harus beribadah, tapi jg sinkron dgn nilai-nilai material. Salah satu kelebihan yg dimiliki oleh Habib Anis adlh ketika beliau membaca Simthuth Durror. Suaranya yg khas mendayu seolah mampu menghipnotis jamaah dan menyentuh kalbu. Beliau kadang menangis saat membacannya, sehingga aura Rasulullah seolah-olah hadir di majlis tersebut. Dan hal yg unik dari pengajaran Habib Anis di pondokannya adlh pengajian kitab
Imam al-Bukhari dijadikan sebagai wiridan. Bahkan, tiap tahun dlm bulan Rajab diadakan Khatmil Bukhari.
Eep Khunaefi/Dimuat Hidayah edisi 115
0 Response to "[Hidayah] HABIB ANIS BIN ALWI ALHABSY;ULAMA DENGAN GELAR THE SMILLING HABIB"
Post a Comment